Panglima Ditolak Masuk Amerika, Yusril: Saya Dua Kali

Yusril Ihza Mahendra.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Edwin Firdaus

VIVA – Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai penolakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke Amerika Serikat harus disikapi tegas oleh pemerintah Indonesia.

29 Pati TNI Naik Pangkat Satu Tingkat Lebih Tinggi, Ini Daftar Namanya

Terlebih, keberangkatan Jenderal Gatot Nurmantyo untuk memenuhi undangan petinggi militer Amerika Serikat. "Pemerintah harus tegas," kata Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa, 24 Oktober 2017.

Yusril bahkan mengaku pernah mengalami hal serupa dengan Gatot. Setidaknya dua kali Yusril pernah ditolak masuk ke negara itu, yakni pada tahun 2015 dan 2016.

Mengenal 2 Sosok Jenderal TNI Bintang 4 yang Masih Aktif Betugas

"Padahal saya diundang untuk memberikan ceramah di lembaga negaranya sendiri di sana. Dua kali saya datang ke kedutaan Amerika dan dua-duanya ditolak," ujarnya.

Awalnya Yusril mendapat penolakan ke Amerika Serikat karena masalah pembuatan visa. Atas itu, ia pun mengurus visa ke Kedutaan Besar Amerika Serikat.

18 Jenderal Bintang 2 Dimutasi Panglima TNI di Akhir Maret 2024

Demi bisa masuk ke Amerika Serikat, Yusril bahkan sampai harus merogoh kocek senilai Rp30 juta untuk dirinya dan keluarga.

"Dan sampai hari ini belum pernah dijelaskan. Dan saya herannya uang permohonan diambil, visanya tidak dikeluarkan," kata Yusril.

Kejadian penolakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo masuk ke AS terjadi pada Sabtu petang, 21 Oktober 2017. Gatot sedianya diundang dalam acara Chiefs of Defense Conference on Country Violent  Extremist Organization (VEOs) yang akan dilaksanakan tanggal 23 hingga 24 Oktober 2017 di Washington DC. 

Namun demikian, US Custom and Border Protection melarang Gatot untuk masuk ke AS. Namun belakangan setelah Indonesia bereaksi, pemerintah AS lalu mengizinkan Gatot masuk ke AS.

Hanya saja, pemerintah menilai bahwa hal itu tak cukup. “Itu saja tidak cukup. Kami tetap perlukan penjelasan kenapa peristiwa itu sampai terjadi," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Senin, 23 Oktober 2017. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya