Pemeriksaan Pejabat Negara Disebut Harus Izin Presiden

Ilustrasi/Tim Penyidik KPK saat menggeledah kantor Kejaksaan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Aparat penegak hukum yang memeriksa pejabat negara, misalnya anggota DPR, diminta untuk menaati ketentuan perundang-undangan. Penegak hukum harus mengantongi izin dari Presiden.

BNPT Rilis Ciri Penceramah Radikal, Ini Respons Anggota DPR

Pakar hukum pidana Syaiful Bakhri mengatakan, ketentuan pemeriksaan pejabat negara harus mendapat izin dari Presiden sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dia menegaskan, selain sudah menjadi ketetapan MK, syarat pemeriksaan ini juga tertuang dalam konstitusi negara pada pasal 1 ayat 3, yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum, bukan kekuasaan. 

Pemerintah Mau Pandemi Jadi Endemi, Anggota DPR: Harus Ada Standar

"Jadi ketika dugaan pidana korupsi yang dilakukan penyidikan. Maka penyidikan itu ada ketentuan terhadap pejabat negara untuk minta proses perizinan yang sifatnya administratif," kata Syaiful dalam keterangannya kepada VIVA.co.id, Selasa 17 Oktober 2017.

Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta itu mengatakan, pertimbangan izin dari Presiden atas seorang anggota DPR atau pejabat negara yang dipanggil adalah untuk kepentingan proses hukum. Selain itu, pertimbangannya pemeriksaan atas pejabat negara bisa mengganggu kinerja yang bersangkutan.

Atasi Gejolak Harga Pangan, Anggota DPR Desak Pemerintah Buat HET

"Ketika dilakukan proses panggilan saksi kan dapat mengganggu posisinya dan kinerjanya sebagai pejabat negara, pejabat publik. Maka gangguan itu minta izin kepada presiden," ujarnya.

Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan, bekerja sesuai koridor hukum dan peraturan perundang-undangan dalam memproses tindak pidana terutama yang melibatkan anggota DPR agar tidak menimbulkan kegaduhan. 

Dalam putusan MK Nomor 76/PUU XII/2014, telah merekonstruksi mekanisme pemeriksaan Anggota DPR, MPR, DPD dan DPRD yang sebelumnya dimuat dalam UU MD3.

Semula, berdasarkan Pasal 245 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). 

MK kemudian membuat putusan, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya