Soal Angket DPR, KPK Tampung Saran Yusril

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yasir

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif mengakui mekanisme yang disarankan oleh Ahli Hukum Tata Negera Yusril Ihza Mahendra, untuk mengajukan gugatan ke pengadilan, jika keberatan atas hak angket DPR.   

MK Bantah Inkonsisten Soal UU MD3

Menurut Laode, pihaknya memiliki sejumlah langkah, tetapi sementara ini, KPK sepakat dengan hasil kajian Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako FH-Unand), yang menyatakan angket DPR terhadap KPK cacat hukum, sehingga KPK diminta tak menggubrisnya. 

"Semua upaya hukum di KPK ada seperti yang disebutkan Prof Yusril, tetapi sejauh ini kami akan melakukan seperti yang diusulkan asosiasi hukum tata negara. Itu pemikiran valid," kata Laode di kantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis 15 Juni 2017. 

Rekomendasi Pansus Angket Masuk Akal, KPK Harus Patuhi

Kendati begitu, ujar Laode, pihaknya belum memutuskan secara resmi apa yang akan dilakukan dalam menghadapi angket DPR.   

Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menuturkan, sebaiknya KPK memberikan contoh yang baik terhadap penegakan hukum. Menurutnya, jika KPK bersikap tidak patuh hukum, dikhawatirkan sikap itu akan ditiru pihak yang berkaitan dengan KPK.

"Berarti kalau ada orang dipanggil KPK, orang konsultasi juga kepada MA, kepada yang lain, perlu hadir enggak nih mau dipanggil KPK. Itu kan tidak baik dari segi penegakan hukum," kata Yusril, Kamis 15 Juni 2017.

PKS dan Demokrat Kompak Tolak Rekomendasi Pansus KPK

Yusril menjelaskan, Pansus Angket merupakan hak DPR. DPR adalah salah satu lembaga negara, yang mempunyai wewenang melakukan angket terhadap dua hal. Pertama, terhadap kebijakan pemerintah, dan kedua yakni terhadap pelaksanaan suatu undang-undang.

"KPK itu bukan bagian dari pemerintah. Tapi kalau dilihat dari segi tugas KPK itu adalah sebagai aparat penegakan hukum, tapi bukan dalam ranah yudikatif. Status dia sama seperti Kejagung, sama seperti Polisi," jelas Yusril.

Ia mengungkapkan, status KPK bedanya dengan Polisi dan Kejagung hanya tidak di bawah Presiden. KPK itu suatu lembaga yang sebenarnya eksekutif juga ranahnya, cuma dia tidak berada di bawah Presiden.

Dengan demikian, terang Mantan Menteri Kehakiman itu, tidak benar jika ada anggapan Pansus Angket tidak tepat dilakukan kepada KPK.

"Karena itu, dia tetap dapat dilakukan penyelidikan misal terhadap pelaksanaan UU. Jadi jangan difokuskan kepada persoalan Miryam saja. Itu hanya soal kecil saja. Tetapi pelaksanaan undang-undang," kata Yusril.

Di sisi lain, Undang-undang KPK dibentuk pemerintah bersama DPR. UU itu menurut Yusril, sudah berlaku lama sejak tahun 2002 silam. Sehingga wajar setelah sekian tahun DPR merasa perlu diselidiki apakah pelaksanaan tugas KPK telah sesuai dengan UU yang dibuat dulu.

Yusril menekankan bahwa semua ada koridornya, bukan lantas datang kemana-mana, menggandeng siapa saja, apalagi sampai meminta Presiden mengintervensi.

"Jadi semua itu masih dalam koridor penegakan hukum. Jadi bukan melakukan pendekatan ke sana ke mari, meminta Presiden intervensi, itu tidak memberikan pendidikan yang baik bagi masyarakat sebagai institusi penegak hukum," kata Yusril.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya