Kisah Pendaki Berpuasa di Tengah Letusan Gunung Marapi

Ilustrasi/Para pendaki gunung.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Teresia May

VIVA.co.id – Terjebak di tengah erupsi Gunung Marapi, Sumatera Barat, selama kurang lebih 24 jam, ternyata mengisahkan sejumlah cerita bagi 16 pendaki asal Pekanbaru. Mereka sehari-hari bekerja sebagai karyawan salah satu karaoke keluarga.

Gubernur Laporkan Informasi Semua Kejadian Bencana di Sumbar kepada Presiden

Mereka adalah Roby, (23), Tander (24), Irwandi (24), Dwi Puspita (25), Roky (20), Ahmad Afis (25), Agus Riadi (24), Agus Salim (24), Sarul (17), Yusuf (22), Nanda (23), Rahmat (23), Rolen (17), Herman (40), Abdul Mukni (24), dan Yandri (15). 

Ke-16 nya sengaja melakukan pendakian ke Gunung Marapi, setelah sempat berdiskusi terlebih dahulu sebelum kemudian menetapkan gunung itu sebagai pilihan tempat untuk menghabiskan masa liburan kerja. Pada Sabtu 3 Juni 2017, setelah melapor ke pos jaga Gunung Marapi di Koto Baru, mereka lantas melakukan pendakian sekira pukul 06.00 WIB.

Antisipasi Erupsi Marapi Ganggu Penerbangan, Sumbar Modifikasi Cuaca Bikin Hujan Buatan

Saat diwawancarai di UPT Puskesmas Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Herman (40) yang diketahui merupakan warga asal Pulau Inggu Kecamatan Benai, Kabupaten Kuansing Kota Pekanbaru dan yang paling tua dalam rombongan tersebut menuturkan, saat melakukan pendakian pada Sabtu pagi, kondisi cuaca Gunung Marapi saat itu cerah.

Merasa didukung oleh cuaca yang bersahabat, mereka dengan semangat melakukan pendakian dan berhasil mencapai batu cadas yang hanya berjarak sekitar dua kilometer dari puncak atau kawah Marapi. Tiba di cadas sore hari, mereka mendirikan tenda dan camping pada Sabtu malam.

Suara Bergemuruh! Warga Ungkap Detik-detik 'Galodo' Terjang Permukiman di Lereng Gunung Marapi

Herman menceritakan, pada Minggu 4 Juni 2017, ia dan rombongan bergerak menuju puncak Marapi untuk mengabadikan momen lewat kamera yang dibawa oleh rombongan. Saat itu sekitar empat rombongan berada di tenda untuk melakukan packing, tiga mencari air dan sisanya ke puncak.

Saat tengah asyik mengabadikan momen di bibir kawah, mereka dikejutkan dengan letusan Gunung Marapi yang juga disertai dengan sebaran abu vulkanik. Panik, mereka lantas menyelamatkan diri ke arah taman edelweis. Sementara itu, Yandri (15) memilih menyelamatkan diri ke arah lain, yang menyebabkan ia terpisah dari rombongan dan sampai sekarang belum ditemukan.

"Saat lagi foto, tiba-tiba Marapi meletus, kami langsung lari menyelamatkan diri. Si Yandri saat itu tidak lari bersama kami dan memilih ke arah yang berlainan," kata Herman.

Dalam upaya menyelamatkan diri, lanjut Herman, mereka kembali dikejutkan dengan letusan kedua Marapi, dan memaksa mereka bergerak ke arah jalur Simabua yang tak lazim dilewati oleh pendaki lain. Jalur ini merupakan jalur tembus dari puncak menuju Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar.

Hingga akhirnya petaka tiba, jarak pandang akibat sebaran abu vulkanik yang cukup tebal, memaksa pergerakan mereka terhenti. Mereka lebih banyak berdiam diri di kawasan Pandan Berduri, tak jauh dari puncak. Saat itu, mereka sama sekali tidak membawa bekal logistik dan hanya mengenakan pakaian dan jaket seadanya. 

"Saat itu kami panik dan tidak tahu harus berbuat apa-apa lagi. Kami hanya memutuskan untuk berdiam diri di Pandan Berduri, dan menunggu jika ada tim SAR yang menjemput. Kami sempat menghubungi rekan lain untuk memberitahu kondisi dan lokasi saat itu," ucap Herman.

Jelang sore hari, papar Herman, cuaca semakin dingin. Kondisi ini kemudian membuat mental dan psikologis rombongan bertambah parah. Herman yang paling tua di tengah rombongan kala itu, terus mencoba menenangkan rekan lainnya agar tetap bersama dan terus bersemangat.

"Di samping dingin, kami juga kelaparan karena tidak ada logistik. Kami hanya minum dari sumber air yang sudah bau belerang," ujarnya.

Hingga Senin 5 Juni 2017 sekira pukul 10.00 WIB, salah satu rombongan yang saat itu bertugas mencari air, bertemu dengan tim SAR yang melakukan penyisiran. Mereka kemudian ditemukan dan dievakuasi dalam keadaan lemah.

Herman yang saat ini sudah selamat dan mendapatkan perawatan medis menegaskan, jika dirinya dan rombongan lain, tidak akan pulang sebelum Yandri yang terpisah saat erupsi terjadi ditemukan. Mereka akan tetap bertahan di Posko sampai Yandri berhasil ditemukan oleh tim SAR.

Sementara itu, pendaki lainnya yang selamat atas nama Yusuf Wahyu (22) menuturkan, walau dalam keadaan tersesat dan terjebak di tengah erupsi, dirinya tetap berpuasa. Ia sahur dan berbuka hanya dengan air dan tanpa makanan sedikit pun.

Bahkan setelah berhasil dievakuasi dan dirawat di Puskesmas serta dianjurkan untuk makan dan minum oleh tim medis, Yusuf enggan untuk membatalkan puasanya. Ia lebih memilih untuk tetap berpuasa walau dalam kondisi lemah.

Sebelumnya, Gunung Marapi mengalami erupsi pada Minggu sekira pukul 10.01 WIB. Petugas Pengamat Pos Gunung Marapi, kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bukittinggi, Sumatera Barat, mencatat, Gunung Marapi dengan ketinggian 2.891 Mdpl tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas vulkanologi.

Masyarakat dan pengunjung diimbau untuk tetap waspada dan menjauhi radius 3 kilometer dari puncak Marapi. Saat ini, Gunung Marapi dalam status Waspada level II.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya