Kapolri Jelaskan Beda Aksi Makar dengan Demo

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Sumber :
  • Daru Waskita/Yogjakarta/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan penjelasan terkait penangkapan sejumlah tokoh dan aktivis terkait dugaan makar menjelang aksi demonstrasi bela Islam. Tito menegaskan adanya perbedaan dugaan makar dengan rangkaian demo saat aksi 212 ataupun 313.

Sidang Ditunda, Pengibar Bendera Bintang Kejora di Istana Minta Bebas

"Kita kembalikan betul pengertian makar dalam KUHP. Pasal 110, pasal 107 yang intinya upaya menggulingkan pemerintahan dengan cara melawan hukum atau inkonstitusional. Ini jadi pegangan kita," kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi III di gedung DPR, Jakarta, Selasa, 23 Mei 2017.

Dia menekankan kepolisian tentunya bisa membedakan antara makar dengan demo biasa. Penyampaian pendapat ia nilai bukan suatu hal yang masalah. Ia pun menjamin kebebasan berpendapat tersebut. Namun, menjadi keliru jika demo bertujuan dengan menyertakan langkah inkonstitusional.

Tujuh Tersangka Makar Papua Akan Disidang di Balikpapan

"Tapi persoalannya jangan sampai terjadi langkah-langkah inkonstitusional. Apalagi dengan kekerasan untuk memaksakan kehendak. Misalnya dalam demo 212, upaya untuk menduduki DPR secara paksa. Menurut kami inkonstitusional," jelas mantan Kapolda Metro Jaya itu.

Selanjutnya, seperti aksi 313 yang menurutnya ada pihak yang menggerakkan massa untuk menduduki DPR secara paksa. Cara ini juga salah.

Tito Karnavian: Jadi Kapolri Itu Berat

"Untuk setelah itu pemakzulan pemerintah. Itu yang dimaksud pasal-pasal itu. Ini sudah ada perbuatan awalnya," kata Tito.

Tito menyebut jika aksi 212 yang dilakukan di Monas adalah murni kegiatan keagamaan. Ia pastikan tak pernah mengatakan demo itu aksi makar.

"Yang kami permasalahkan, adanya sekelompok orang yang berusaha untuk mengajak sebagian massa setelah bubar akan dibawa ke Bundaran HI, lalu DPR. Menduduki DPR secara paksa. Kata-kata pendudukan DPR secara paksa itu sudah didapatkan buktinya. Pendudukan secara paksa dan kekerasan. Ini kami anggap inkonstitusional," tutur eks Kepala Densus 88 Antiteror itu.

Menurutnya, kalau hanya berdemo di DPR ataupun di depan Istana, maka hal tersebut biasa. Bahkan aksi demo ini sudah ada ribuan kali demo di depan DPR dan Istana, kepolisian selalu mengamankan dan tak ada masalah.

"Tapi kalau sudah bermaksud masuk dan duduki secara paksa, dengan tujuan menggulingkan pemerintah, ada pasalnya. Pasal 110 dan 107 KUHP. Dan selagi hukum positif harus kami kerjakan," kata Tito. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya