Hakim Tolak Praperadilan Miryam Haryani

Hakim Asiadi Sembiring membacakan putusan praperadilan Miryam Haryani, Selasa, 23 Mei 2017.
Sumber :
  • VIVA/Irwandi

VIVA.co.id – Hakim tunggal, Asiadi Sembiring, menolak permohonan praperadilan yang diajukan mantan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Hanura, tersangka kesaksian palsu dalam perkara kasus korupsi e-KTP. Sidanng digelar di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa, 23 Mei 2017.

Yasonna Dorong Forum Pengembalian Aset Korupsi Century dan e-KTP di Forum AALCO

"Sehingga tuntutan pemohon (Miryam) harus ditolak," kata Asiadi.

Hakim Asiadi menyatakan bahwa surat perintah penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan oleh KPK dengan nomor Sprin.Dik-28/01/04/2017 adalah sah dan berdasarkan atas hukum. Hakim juga memutus untuk membebankan biaya perkara kepada pihak pemohon Miryam sebesar Rp5.000.

Setya Novanto Dapat Remisi Idul Fitri, Masa Tahanan Dipotong Sebulan

Dalam pembacaan putusannya itu, terdapat sejumlah pertimbangan oleh hakim tunggal praperadilan sehingga dia memutus menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Miryam.

Salah satu pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa Bab III Tentang Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi, pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi masih merupakan kewenangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK).

Diperiksa Kasus E-KTP, Eks Mendagri Gamawan Fauzi Bantah Kenal Tanos

Dengan demikian, hakim menilai Pasal 22 UU RI Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor bisa digunakan dan merupakan kewenangan dari KPK dalam menerapkannya.

Menurut Asiadi, hal tersebut sudah sesuai dengan pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pada intinya menyebut bahwa tindak pidana korupsi adalah tindak pidana sebagaimana yang diatur dan dimaksud dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal 22 itulah yang digunakan oleh KPK dalam menetapkan Miryam sebagai tersangka atas kasus dugaan keterangan palsu dalam sidang perkara korupsi e-KTP. Hakim tunggal menilai hal itu sah dan berdasarkan atas hukum.

"Oleh karena Pasal 22 masuk tindak pindana korupsi, termohon (KPK) miliki kewenangan melakukan penyidikan (Miryam)," ujar Asiadi. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya