Miryam: Saya Sudah Kooperatif, Kenapa Dibikin DPO

Pemeriksaan Miryam S Haryani
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id - Mantan Bendahara Umum Partai Hanura, Miryam S Haryani, mengaku kesal dengan perlakuan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang sempat memasukannya ke dalam daftar pencarian orang. Padahal, Miryam merasa sudah kooperatif ketika dipanggil lembaga tersebut.

Jaksa KPK: Novanto Cs Tekan Miryam Haryani Cabut BAP

"Saya sebenarnya protes saja terhadap DPO saya. Kan saya sudah kooperatif, kenapa saya dibikin DPO," kata Miryam usai menjalani pemeriksan tersangka di KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 12 Mei 2017.

Disinggung soal dirinya yang kerap mangkir saat akan diperiksa sebagai tersangka, Miryam menyebut karena beberapa kegiatan yang tak bisa ditinggalnya. Apalagi, Miryam masih menjabat anggota DPR.

Victor Laiskodat dan Miryam Haryani Tak Lagi Anggota DPR

"Saya disebut mangkir, kan ada surat tertulisnya lewat lawyer (pengacara) saya," kata Miryam.

Pengacara Miryam, Heru Andeska, juga mengaku kecewa. Bahkan, ia merasa penyidik KPK sudah sewenang-wenang karena sempat melebeli kliennya DPO, hingga akhirnya ditangkap polisi beberapa waktu lalu. Padahal, setiap tidak hadir, Miryam melampirkan surat alasannya, yang di antaranya adalah kegiatan Paskah.

KPK Eksekusi Miryam ke Lapas Pondok Bambu

"Terlebih penetapan DPO tak pernah ada pemberitahuan pada kami dan keluarga ataupun kuasa hukum. Jadi klien kami memang tidak melarikan diri," kata Heru di KPK.

Karena itu, Heru meminta KPK bersedia berhadapan dengan kubu Miryam di praperadilan. Hal itu ditekankan Heru, karena pada sidang perdana praperadilan, tim KPK tidak menghadiri persidangan.

"Nah, tanggal 15 Mei 2017, hari Senin nanti sidangnya digelar lagi. Kami harap KPK datanglah pada praperadilan," kata Heru.

Sebelumnya, anggota Komisi V DPR, Miryam S Haryani, melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, karena menganggap penetapan tersangka oleh KPK telah menyalahi aturan.

Menurut Kuasa Hukum Miryam, Mita Mulia, kliennya dijerat dugaan pemberian keterangan tak benar dalam persidangan e-KTP.? Padahal wewenang itu ada di tangan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, bukan pada KPK.

Mulanya, dijelaskan Mita, kliennya selaku saksi mencabut keterangan dalam sidang korupsi e-KTP dengan terdakwa dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto. Itu diakui Miryam, dilakukan lantaran mendapat tekanan saat memberikan kesaksian di tingkat penyidikan.
 
"(Karena pencabutan itu) Jaksa KPK minta Majelis untuk langsung mendakwa Ibu (Miryam), tetapi ditolak. Enggak lama kemudian, Ibu dijadikan tersangka. Inilah keberatan kami," kata Mita melalui pesan elektroniknya, Senin 8 Mei 2017.

Menurut Mita, perlakuan penyidik KPK tidak sesuai Pasal 174 KUHAP, di mana kewenangan tersebut ada di majelis hakim, bukan pada KPK.

"Sesuai Pasal 174 KUHAP, wewenang kan ada di Majelis. Kok ketika Majelis menolak, KPK malah menetapkan ibu jadi tersangka. Pendapat kami, berarti kan ada yang tak sesuai hukum acara. Inilah salah satu dasar praperadilan kami," kata Mita.

Kendati demikian, Mita mengaku menghargai proses hukum yang dilakukan KPK terhadap kliennya dengan menjebloskan ke dalam rumah Tahanan. Namun di sisi lainnya, pihak tersangka juga memiliki hak menempuh jalur hukum praperadilan.

"Selanjutnya kami kembalikan pada persidangan," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya