Dua Penyuap Pejabat Bakamla Dituntut Dua Tahun Penjara

Ini Para Tersangka OTT Suap Pejabat di Bakamla RI
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.

Bos PT CMIT Divonis 5 Tahun Bui dan Uang Pengganti Rp15 Miliar

Selain itu, Jaksa KPK juga menuntut dua terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.

"Meminta majelis hakim menyatakan kedua terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa KPK, Kiki Ahmad Yani membacakan tuntutan untuk Adami dan Hardy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat 5 Mei 2017.?

Terpidana Kasus Suap Anggaran Bakamla Dijebloskan ke Lapas Cipinang

Jaksa KPK menilai berdasarkan fakta persidangan, kedua terdakwa bersama-sama dengan Bos PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Dharmawansyah terbukti memberi suap kepada pejabat di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Suap itu agar PT Melati Technofo Indonesia dimenangkan dalam  pengadaan proyek satelit monitoring di Bakamla.

Suap tersebut diberikan masing-masing kepada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi sebesar SGD105 ribu, US$88.500 dan 10 ribu Euro.

Korupsi Proyek Bakamla, Dirut PT CMIT Dituntut 7 Tahun Penjara

Kemudian kepada Direktur Data dan Informasi Bakamla, Bambang Udoyo sebesar SGD105 ribu, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan sebesar SGD104.500, dan Kepala Subbag Tata Usaha Sekretaris Utama Bakamla, Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp120 juta.

Kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 5 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke -1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sebelum menyampaikan tuntutan, jaksa menuturkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan kedua terdakwa.

Menurut jaksa KPK, untuk hal yang memberatkan, Adami dan Hardy dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan bersih dari KKN.

Adapun hal-hal yang meringankan, Adami dan Hardy dinilai kooperatif selama di persidangan, mengakui terus terang perbuatannya, membantu mengungkap pelaku lain yang memiliki peran lebih besar. Kedua terdakwa juga belum pernah dihukum.

"Terdakwa telah ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dalam tindak pidana korupsi atau justice collaborator berdasarkan keputusan pimpinan KPK," kata Jaksa KPK Kiki.

Merespons tuntutan itu, kedua terdakwa akan mengajukan pembelaan atau pledoi, yang akan dibacakan pada sidang pekan depan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya