AJI Sebut Polisi Musuh Kebebasan Pers

AJI gelar World Press Freedom Day di JCC, Jakarta, Rabu 3 Mei 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur.

VIVA.co.id - Dalam rangka Hari Kebebasan Pers Dunia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai kemerdekaan pers di Indonesia semakin terancam. Situasi itu dianggap juga akan mengancam kehidupan demokrasi di Indonesia.

Jurnalis Tempo Diretas, Negara Harus Hadir dan Tangkap Pelaku

Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Iman D Nugroho, mengatakan polisi menjadi musuh utama kebebasan pers di Indonesia pada 2017. Alasannya, para personil kepolisian terus terlibat berbagai kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia.

"(Polisi) terus menjalankan praktik impunitas yang membuat para pelaku kekerasan terhadap jurnalis bebas dari pertanggungjawaban hukum," kata Iman dalam acara World Press Freedom Day di JCC, Jakarta, Rabu, 3 Mei 2017.

Apakah Charlie Hebdo Wujud Kebebasan Pers Prancis?

Ia meminta agar kembali ditegakkan jaminan perlindungan hukum bagi profesi jurnalis seperti diatur dalam Undang-undang Pers. Ia juga meminta agar dihentikan praktik kekerasan, intimidasi, pembatasan, dan pelarangan liputan, maupun pemblokiran situs seperti yang terjadi di Papua.

"Setiap aparat penegak hukum baik itu kepolisian maupun polisi militer harus segera menghentikan praktik impunitas, termasuk menjalankan seluruh proses hukum atas kasus kekerasan terhadap jurnalis khususnya di Papua, Medan, dan Bangkalan," kata Iman.

Jokowi Santai Soal Sampul Majalah Tempo, Beda dengan Pendukungnya

Terkait hal ini, Ketua AJI Indonesia, Suwarjono, mengatakan sudah tiga tahun AJI mencantumkan polisi sebagai musuh kebebasan pers. Sebabnya agar polisi serius terhadap persoalan kekerasan terhadap jurnalis oleh oknumnya.

"Polisi adalah penegak hukum yang tahu hukum. Jangan sampai melanggar hukum," kata Jono, sapaan Suwarjono.

Ia menjelaskan alasan lainnya polisi dianggap sebagai musuh kebebasan pers. Polisi yang seharusnya menjadi gerbang utama penyidikan dan penyelidikan kekerasan terhadap jurnalis, tapi seringkali kasus kekerasan jurnalis yang diselidiki kepolisian malah berakhir di lobi, bahkan sampai tak dilimpahkan ke pengadilan.

"Ketika dilaporkan ke polisi seharusnya mereka tak membiarkan. Ini jadi concern kami, harusnya polisi usut. Itu jadi dasar kenapa kami sebut polisi bukan hanya karena jumlah kekerasannya," kata Jono.

Berdasarkan data AJI, pada Mei 2016-April 2017, terdapat tiga kategori tertinggi pelaku kekerasan pada jurnalis. Pelaku kekerasan paling banyak dilakukan warga sebanyak 21 kasus, tidak dikenal 10 kasus, dan polisi 9 kasus. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya