Jaksa Agung Bersyukur KPK Usut Lagi Kasus BLBI

Ketua KPK Agus Rahardjo (kiri).
Sumber :
  • VIVA/Agus Rahmat

VIVA.co.id - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo bersyukur karena Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut lagi kasus pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bank Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2014.

Survei LSI: Mayoritas Rakyat Percaya Kejagung Bakal Usut Tuntas Kasus Korupsi Rp 271 T

"Kita bersyukur kalau ternyata KPK membuka kembali kasus ini, karena dulu kami (Kejaksaan Agung) mulai berhenti sejak SKL," kata Prasetyo di Jakarta pada Jumat, 28 April 2017.

Penyelidikan lagi kasus itu berdasarkan fakta baru yang ditemukan KPK. Pelaksanaan SKL itu memang terdapat ketidakberesan. Lalu KPK menyelidikanya.

Survei LSI: Kepercayaan Publik terhadap Kejaksaan Naik Jadi 74 Persen

Jaksa Agung menegaskan terus berkoordinasi dengan Kepolisian untuk mencari para buronan kasus BLBI. "Kami eksekusi, ya, Samadikun Hartono. Itu yang lain masih kami cari," katanya.

SKL BLBI diterbitkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 dan Ketetapan MPR Nomor 6 dan 10. 

DPR Minta Keluarga Tersangka Korupsi Timah Dicekal: Bisa Hilang dan Operasi Wajah

Eks Ketua BPPN Tersangka

KPK kembali melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pemberian SKL BLBI. Pada Selasa, 25 April 2017, mereka menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, sebagai tersangka kasus tersebut.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, Selasa 25 April 2017.

KPK menduga Syafruddin telah menyalahgunakan kewenangannya sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu dengan memberikan SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada tahun 2004. Dia pun disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Syafruddin diketahui mengeluarkan SKL berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Ketika itu, Presiden RI dijabat oleh Megawati Soekarnoputri. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya