- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id – Komisi III DPR dinilai berusaha mengintervensi proses penegakan hukum dengan menggulirkan hak angket untuk mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi membuka berita acara pemeriksaan atau BAP dan rekaman pemeriksaan mantan Anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani.
"DPR sekali lagi melanggar kewenangan yang diberikan konstitusi," kata Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT-UGM), Fariz Fachryan, Kamis, 20 April 2017.
Hak angket adalah hak DPR guna menyelidiki pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas kepada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Fariz, seharusnya hak angket DPR ditujukan menyelidiki kebijakan pemerintah sebagai penyelenggara negara bukan untuk penegak hukum seperti KPK.
"Itu keliru besar (gunakan hak angket desak KPK)," kata dia.
Fariz melanjutkan, hak angket yang sedang digulirkan DPR tidak perlu dan tidak memiliki urgensi terhadap publik. Apabila anggota DPR ingin mengetahui BAP dan rekaman Miryam, bisa dilakukan dengan mengikuti jalannya persidangan.
Menurut Fariz, hak angket ini menjadi sinyalemen buruk dari DPR terkait pemberantasan korupsi. Fariz khawatir, DPR akan kembali menggulirkan hak angket terkait kasus-kasus lain yang ditangani KPK jika hak angket kali ini sukses membuat KPK membuka BAP dan rekaman Miryam.
"Jika ini disetujui oleh pimpinan KPK ke depan akan ada hak angket kembali untuk buka materi kasus," ujarnya.
Fariz meminta KPK tegas menolak membuka BAP dan rekaman Miryam meski didesak melalui hak angket. Hal ini karena BAP dan rekaman adalah dokumen rahasia. Selain itu, hak angket dianggap upaya DPR menghambat KPK untuk menjerat para anggota DPR yang terlibat kasus dugaan korupsi. (ase)