Ahok Tanggapi Tudingan Nazaruddin Soal Korupsi e-KTP

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA.co.id – Mantan anggota DPR Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membantah tudingan Muhammad Nazaruddin yang menyebutkan seluruh anggota Komisi II DPR RI termasuk dirinya telah menerima uang hasil korupsi proyek e-KTP.

Bambang Pacul Sebut Pernyataan Agus Rahardjo soal Intervensi Jokowi Kedaluarsa: Motifnya Apa Coba?

Pernyataan tersebut dilontarkan Nazaruddin saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Senin 3 April 2017, dengan terdakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yakni Irman dan Sugiharto.

Meski saat pembahasan proyek, Ahok mengakui menjabat anggota komisi pemerintahan periode 2009-2014, ia menegaskan tidak mengetahui adanya bagi-bagi uang haram itu, apalagi menerimanya.

Yasonna Dorong Forum Pengembalian Aset Korupsi Century dan e-KTP di Forum AALCO

"Mungkin aja listnya memang semua (anggota Komisi II) terima. Tapi kan tidak pernah berani kasih ke saya," kata Ahok saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu 5 April 2017.

Ia menambahkan, korupsi memang rawan dilakukan sejumlah anggota DPR. Namun ia menegaskan, sejak duduk menjadi anggota parlemen dari Partai Golkar, sejumlah pihak mengetahui sikapnya yang keras menolak uang di luar pendapatan resmi sebagai anggota dewan.

Setya Novanto Dapat Remisi Idul Fitri, Masa Tahanan Dipotong Sebulan

"Persoalannya anggota Komisi berani kasih ke gue ga? Kalau lu kasih gue, pasti gue laporin," kata Ahok.

Ahok mengungkapkan praktik penyelewengan uang negara memang kerap terjadi selama dirinya duduk menjadi anggota DPR.  Penyelewengan itu, kata calon Gubernur DKI Jakarta ini, seperti memalsukan anggaran biaya perjalanan dinas yang tak semestinya.

"Kita perjalanan dinas 3 hari terus perjalanan dipalsuin 5 hari, gue ngamuk-ngamuk (bisa) tambah sampai 2 hari. Gue balikin (duit perjalanan). Lu sebel ga sama gue? Perjalanan dinas aja enggak gue ambil," tegasnya.

Dalam kesaksiannya, Nazaruddin mengatakan, anggaran proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun, hampir 50 persennya dibagikan ke sejumlah anggota DPR berikut alat kelengkapannya seperti Badan Anggaran dan Pimpinan dan Komisi II yang membidangi pemerintahan dalam negeri.

Pertanyaan itu diajukan oleh jaksa penuntut umum ketika bertanya apakah seluruh anggota Komis II DPR menerima uang korupsi tersebut. "Iya. Kalau tidak, RDP (rapat dengar pendapat) tidak mau kondusif," kata Nazaruddin saat itu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya