Nazaruddin: Demokrat Terima Uang E-KTP

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat dan terpidana kasus korupsi Wisma Atlet dan Pencucian Uang, Muhammad Nazaruddin.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, kembali menegaskan di muka persidangan bahwa mulai dari Pimpinan Banggar DPR hingga Anggota Komisi II DPR, masuk dalam perencanaan pembagian jatah proyek pengadaan e-KTP.

Bambang Pacul Sebut Pernyataan Agus Rahardjo soal Intervensi Jokowi Kedaluarsa: Motifnya Apa Coba?

Menurut Nazar, pembagian jatah itu pernah dibicarakan bersama anggota Komisi II DPR Mustokoweni, Ignatius Mulyono, dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Jatah komisi untuk para pejabat legislatif itu direncanakan untuk memuluskan proyek pengadaan e-KTP tersebut.

"Waktu pembahasan itu disepakati untuk di DPR itu dialokasikan lima sampai tujuh persen," kata Nazaruddin saat memberikan keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 3 April 2017.

Yasonna Dorong Forum Pengembalian Aset Korupsi Century dan e-KTP di Forum AALCO

Mendengar keterangan itu, Hakim John Halasan Butar Butar menanyakan kepada Nazarudin apakah benar ada coret-coretan Mustokoweni terkait pembagian uang, Nazar pun membenarkannya.

"Waktu itu sudah direncanakan Mustokoweni. Kalau di Kemendagri itu bahasanya Andi dikomunikasikan lewat Diah," ujarnya.

Setya Novanto Dapat Remisi Idul Fitri, Masa Tahanan Dipotong Sebulan

Nazar menambahkan, setelah disepakati angkanya oleh berbagai pihak, seminggu kemudian dana itu pun mengalir.

"Waktu itu ada US$500 ribu, US$200 ribu. Ke Partai Demokrat juga ada waktu itu diterima," katanya.

Ia pun menegaskan, kesepakatan untuk pimpinan Banggar tiga hingga empat persen. Sisanya ke Komisi II DPR.

"Waktu itu alokasi yang di coretan untuk pimpinan Banggar USD500 ribu. Wakil ketua Banggar US$250 ribu," ujar Nazar.

Nazar juga menyebutkan dana juga dialokasikan untuk kapoksi dan semua anggota Komisi II DPR. "Semua anggota (Komisi II) rata-rata US$10 ribu," tuturnya.

Terdakwa dalam kasus proyek senilai Rp5,9 triliun itu sejauh ini masih dua orang yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Ditjen Dukcapil Sugiharto. Mereka diduga memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang membuat negara rugi lebih dari Rp2,3 triliun. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya