Pemilihan Sekjen DPR Dinilai Langgar UU ASN

Pimpinan DPR RI saat paripurna.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Pemilihan dan pengangkatan  Achmad Djuned yang dilakukan pimpinan DPR sebagai Sekretaris Jenderal DPR pada Kamis, pekan lalu, dinilai melanggar Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Mekanisme pemilihan Djuned dianggap tak sesuai dengan mekanisme Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Tantangan Berat, Setjen dan BK DPR Dorong Pemuda Optimis Bangun NKRI

Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Irham Dilmy mengatakan posisi Sekjen DPR merupakan posisi jabatan tinggi instansi lembaga atau eselon I yang harus dilakukan secara terbuka.

"Ini bukan enggak pas, tapi apa pun itu alasannya sudah melanggar undang-undang ASN. Mekanisme tidak benar untuk terpilihnya Pak Djuned ini," kata Irham saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 27 Maret 2017.

DPR Minta Insiden Pembakaran Polsek Bendahara Tidak Terjadi Lagi

Irham menekankan proses seleksi sebenarnya sudah sesuai undang-undang ketika Ketua DPR masih dijabat oleh Ade Komarudin. Di era Ade Komarudin, menurut dia, sudah ada lima nama calon Sekjen yang ikut proses termasuk Ahmad Djuned. Selain Djuned, beberapa nama di antaranya ada Damayanti, Setyanta Nugraha, dan Karjono.

Namun, setelah berganti pimpinan dari Ade Komarudin ke Setya Novanto, pada Desember 2016 lalu, proses seleksi terkesan dibatalkan. Alasan saat itu, kata dia, nama Djuned dipilih menjadi Sekjen DPR karena mutasi bukan seleksi terbuka.

Bamsoet: Anggaran Pendidikan APBN 2019 Harus Bawa Kemajuan

"Zaman Pak Akom itu sudah ada lima nama dari seleksi terbuka. Cuma pas Pak Novanto jadi Ketua DPR, itu tiba-tiba dibatalin dengan alasan jadi rotasi atau mutasi. Kami sudah ingatkan, tapi tak direspon. Terakhir awal Januari, salah satu komisioner ASN juga temui pimpinan DPR, tapi tak direspon," tuturnya.

Kemudian, proses selanjutnya yang membuat Irham heran karena mestinya Presiden Joko Widodo disodorkan tiga nama. Namun, hanya satu nama yaitu Ahmad Djuned yang diajukan pimpinan DPR ke Jokowi.

Keputusan terakhir dalam memilih pejabat pimpinan tinggi utama ada di tangan Presiden Jokowi. Hal ini diatur Pasal 112 Ayat (4) UU ASN.

"Hanya nama Pak Djuned. Ini keliru, tidak pas. Meskipun alasannya rotasi. Eselon I itu harus ketat dalam pemilihannya karena pimpinan tinggi di sektor PNS sebagai pengguna anggaran," jelasnya.

Usia 58 tahun

Irham juga mengkritisi pimpinan DPR dalam memilih Djuned. Mengacu usia Djuned yang usianya dalam waktu dekat memasuki masa pensiun, seharusnya tak dipaksakan. Hal ini yang memunculkan spekulasi dugaan kepentingan pimpinan DPR misalnya faktor kedekatan.

"Pak Djuned ini kan enam bulan lagi pensiun. Nah, pas diajukan harusnya pimpinan DPR sadar. Dalam aturan itu kan idealnya maksimal 58 tahun kalau mau dilantik jadi eselon I untuk jabatan tinggi," katanya.

Mengacu kejadian ini, Irham menilai ada evaluasi yang menjadi catatan. Pertama, dengan alasan apapun seperti mutasi, seharusnya proses seleksi yang sudah dilakukan sejak awal tak dibatalkan. Jika memang seperti itu, pimpinan DPR juga harus berkomunikasi dengan pihak terkait seperti Kemenpan RB, Presiden, dan KASN agar tak menyalahi mekanisme.

Namun, jika memang karena alasan kompetensi, kualifikasi, dan kepangkatan, Djuned dipilih jadi pimpinan DPR karena faktor tersebut, hal ini bisa dipahami.

"Kalau yang bersangkutan itu dipilih kemudian memiliki kualifikasi oke ya tak masalah masih bisa dipahami. Meskipun memang ya tetap melanggar undang-undang," tuturnya.

Diakuinya, dari senioritas, Djuned paling lama secara karir dibandingkan empat nama yang di seleksi awal. Pengalaman sebagai Wakil Sekjen DPR dan pelaksana tugas Sekjen DPR pernah dijabat Djuned.

"Kalau dari senioritas jelas Pak Djuned. Karena untuk Sekjen DPR ini kan rata-rata minimal harus golongan IVC. Tapi, yang jadi catatan harusnya peraturan dilaksanakan dengan terbuka dan sistem ketat," tuturnya.

Kedepan, diharapkan KASN, hal ini harus menjadi catatan. Proses seleksi pimpinan madya level eselon I harus dilakukan sesuai mekanisme. Sebagai pengguna anggaran, sosok pegawai negeri sipil yang menjadi eselon I harus punya kualifikasi yang tepat.

"Ini untuk menghindari spekulasi dugaan yang tidak-tidak. Kami berpikir positifnya Pak Djuned ini hanya sementara. Dalam waktu dekat ya mau enggak mau harus diseleksi lagi untuk posisi Sekjen," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya