Konflik Kompensasi SUTT Ancam Program 100 Persen Listrik NTT

Pekerja memasang kawat baja sebelum pengujian tower transmisi listrik milik PLN. Foto ilustrasi
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Saptono

VIVA.co.id – Kisruh pembayaran objek kompensasi di bawah Saluran Udara Tegangan Tinggi, atau SUTT di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur mengancam program 100 persen listrik di provinsi tersebut yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo.

GP Mania Sebut Ganjar Pranowo Sosok Tepat Lanjutkan 10 Tahun Jokowi

Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah NTT, saat ini terlibat masalah besaran pembayaran kompensasi tiga item proyek SUTT, yaitu tanah, bangunan serta tanaman masyarakat.

Sebanyak 77 kepala keluarga penerima kompensasi di Desa Wewo Kecamatan Satar Mese mengancam akan memboikot proyek SUTT 70 KV lintas Flores, yang memasuki tahap pemasangan kabel transmisi. Sebab, standarisasi harga satuan tanah dan bangunan per meter persegi, serta harga pohon dan tanaman yang dikeluarkan oleh konsultan jasa penilai publik yang ditunjuk PLN terlalu rendah.

Capaian PLN 2021: Pelanggan 82,5 Juta, Rasio Elektrifikasi 99,43%

“Rumah saya, rumah permanen berukuran 130 meter persegi. Kamar mandi dalam ditambah sejumlah pohon cengkeh yang sudah berbuah hanya dibayar Rp59 juta. Proyek SUTT ini harus dilawan,” ujar seorang warga, Petrus Jeranu saat berdialog dengan tim PLN NTT di rumah adat Desa Wewo, Sabtu 25 Maret 2017.

Warga lain bernama Bernadus Gamput juga mengajukan protes keras, karena menurutnya, PLN bersikap sewenang-wenang.

Grab Permudah Mobilisasi Karyawan PLN

“Tanah berukuran 180 meter persegi saya beli Oktober 2016, seharga Rp25 juta, tetapi kompensasi SUTT hanya senilai Rp2,5 juta rupiah. Tidak manusiawi PLN ini,” kata Gamput.

Tidak hanya warga yang meradang, Kepala Desa Wewo Petrus Mada juga ikut marah terkait penerapan harga kompensasi. Di sela-sela acara dialog ini, ia sempat mengatai petinggi PLN NTT.

“Saya heran dengan kamu-kamu ini, asal masuk saja bangun tower tanpa permisi di rumah adat dan pemerintah di sini. Kalian sudah terlampau sombong,” ucap Mada dengan suara tinggi.

Desa Wewo memang punya nilai tawar tinggi dalam program kelistrikan di Flores. Sebabnya, program ini mengandalkan potensi listrik tenaga panas bumi yang berlokasi di desa berpenghuni 600 Kepala Keluarga ini.

PLTP Ulumbu saat ini memproduksi 10 Mega Watt (MW) listrik dari perkiraan potensi yang ada mencapai 120 MW. Sementara program 100 persen listrik desa se-NTT yang dicanangkan Presiden Jokowi salah satunya mengandalkan PLTP Ulumbu.

Program elektrifikasi ini ditargetkan selesai pada akhir 2018 mendatang. Namun, melihat persoalan yang ada membuat janji Jokowi untuk menerangi semua desa di NTT pada tahun 2019 terancam gagal.

Jawaban PLN

Sementara itu, manajer Unit Pelaksana Pembangunan (UPP) PLN wilayah Flores, Didi Mairisal menjelaskan, harga kompensasi yang dipersoalkan merupakan produk yang lahir dari Peraturan Menteri ESDM No 38 Tahun 2013 tentang Objek Kompensasi Hak Rakyat.

Meski didesak untuk menaikkan harga, namun PLN tidak berani mengutak-atik harga satuan yang telah ditentukan kantor jasa penilai publik.

“Sudah ada standarisasi harga, misalnya tanah dihitung berdasarkan harga satuan x 15 persen harga pasar sesuai ketentuan Permen No 38,” kata Didi menerangkan.

“Demikian pun pohon dihitung berdasarkan usia pohon. Jadi, PLN tidak bisa mengubah harga rujukan hasil penilaian konsultan penilai publik,” ucapnya melanjutkan.

Dengan belum adanya titik temu terkait kompensasi, maka pengerjaan 70 tower SUTT beserta pemasangan kabel jaringan dari gardu induk PLTP Ulumbu ke gardu distribusi Bahong dipastikan molor dari batas kontrak yang selesai pada Juni 2017 mendatang.

Laporan: Jo Mariono/Manggarai-NTT

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya