Masalah Transportasi Online, Pemerintah Terlambat Antisipasi

Pengemudi Angkutan Umum dan ojek berbasis aplikasi daring (online) menggelar konvoi damai di Tangerang, Banten.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Lucky R

VIVA.co.id – Polemik antara taksi resmi dan taksi online tidak hanya terjadi di Indonesia. Masalah serupa juga terjadi di sejumlah negara di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Inovasi sekaligus problem di sektor transportasi semacam ini dianggap sebagai fenomena global.

Siap-siap, Aturan Transportasi Online Baru Resmi Berlaku 12 Oktober

Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Harryadin Mahardika menilai, polemik dan benturan sosial ini merupakan konsekuensi pesatnya perkembangan teknologi yang sayangnya tidak dibarengi dengan kecepatan adaptasi dari para pembuat kebijakan yang seharusnya tanggap menindaklanjuti.

"Dalam kasus ini pemerintah hadir belakangan sehingga ada pengaturan yang mesti dikejar," kata Harryadin dalam acara diskusi di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 25 Maret 2017.

Tarif Transportasi Online Akan Diatur UU

Harryadin menyayangkan keterlambatan respons pemerintah pada inovasi yang terjadi di sektor jasa transportasi. Padahal sebelumnya pemerintah telah dianggap baik dalam mengawal perkembangan teknologi informasi di sektor komunikasi.

"Di situ kita bisa lihat kehadiran peran pemerintah sejak awal, saat peralihan telekomunikasi analog menjadi mobile technology. Seperti misalnya sejak jaringan 2G, 3G hingga 4G saat ini, pemerintah selalu menjadi bagian dari perkembangan industri tersebut," kata Harryadin.

Survei: Tarif Ojek Online Melonjak, Mayoritas Konsumen Teriak

Namun dia mengakui jika masalah ini tidak bisa sepenuhnya dianggap sebagai kesalahan pemerintah semata karena kecepatan perkembangan teknologi memang harus melibatkan banyak kepentingan.

Menurutnya karena itu pemerintah Indonesia harus segera beradaptasi dengan fenomena semacam ini dengan belajar dari sejumlah negara yang telah berhasil mengatasi polemik serupa.

"Di Finlandia itu mereka sampai punya Committee for The Future. Jadi Parlemen mereka selalu menyiapkan rancangan regulasi untuk mengantisipasi future itu. Nah karena kita belum sampai ke tahap itu, maka kita juga tidak bisa menyalahkan pemerintah saja," katanya.

"Kita harus kembali ke kebijakan publik yang akomodatif karena ini merupakan distractive innovation yang memang membutuhkan desain kebijakan yang mampu mengakomodir," lanjut pakar tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya