Pengamat: Industri Semen Negara Digoyang Kekuatan Asing

Pabrik semen.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Daru Waskita

VIVA.co.id - Publik tanah air diramaikan oleh konflik antara PT Semen Indonesia, salah satu Badan Usaha Milik Negara, dengan petani Pegunungan Kendeng yang terletak di Rembang dan Pati, Jawa Tengah. Bahkan sejumlah petani sampai menggelar aksi semen atau cor kaki di Monumen Nasional atau depan Istana Negara, Jakarta.

Mensos Ingin Warga Punya Saham PT Semen Indonesia di Rembang

Kasus itu juga masuk ke ranah hukum. Dari tingkat pertama di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, lalu tingkat banding di PT TUN Surabaya, kasasi, dan terakhir peninjauan kembali atau PK di Mahkamah Agung. Dari rangkaian proses hukum itu, gugatan kubu petani Kendeng dan Yayasan Wahana lingkungan hidup (Walhi) selalu ditolak.

Mereka baru menang pada tingkat terakhir yaitu PK. Pada 5 Oktober 2016, MA mengabulkan gugatan mereka dan membatalkan izin lingkungan yang diterbitkan Gubernur Jawa Tengah untuk PT Semen Indonesia.

Bupati Rembang Klaim Lebih Banyak Warga Dukung Pabrik Semen

Pada Selasa, 14 Maret 2017, mereka kembali melakukan aksi semen kaki untuk memprotes tindakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menerbitkan izin lingkungan baru bagi PT. Semen Indonesia.

Namun ternyata, konflik petani tidak hanya dengan PT Semen Indonesia saja melainkan juga dengan pihak swasta, dalam hal ini PT Sahabat Mulia Sakti (SMS), anak perusahaan PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk. Perseteruan mereka juga sampai ke ranah hukum.

Warga Rembang Surati Presiden Pakai Kertas Semen

Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung yang tertulis di situs resmi MA, terungkap, gugatan warga Pati, kabupaten yang berdekatan dengan Rembang, atas upaya pendirian pabrik semen dari pihak swasta itu ditolak. Pihak penggugat atau pemohon tercatat atas nama Jasmo dkk, kemudian pihak tergugat atau termohon/terdakwa adalah bupati Pati dan PT SMS.

Sementara Majelis Hakim terdiri dari Yosran, Sudaryono, dan Yulius. Amar putusan menyatakan tolak kasasi.

Persaingan Semen

Pengamat Sosial Djuni Thamrin menyoroti senyapnya pemberitaan mengenai konflik warga sekitar Pegunungan Kendeng itu dengan PT SMS. Publik lebih menyoroti persoalan dengan PT Semen Indonesia yang notabene milik negara.

"Dia menang di MA sama sekali tidak ramai-ramai. Ini pertanyaan besar, modal swasta asing didiamkan, tetapi punya negara diobok-obok. Sampai-sampai kemudian seolah-olah tersangka utamanya PT Semen Indoneisa," kata Djuni saat berbincang dengan VIVA.co.id, Senin, 20 Maret 2017.

Djuni yang mengajar di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya itu melihat adanya persaingan sumber daya alam di wilayah sekitar Pati dan Rembang tersebut, khususnya dalam hal produksi semen.

"Persaingan semen adalah persaingan masa depan. Siapa yang menguasai sumber daya semen, setelah pangan, dia menguasai dunia," kata dia lagi.

Djuni melihat Indonesia kini sedang digoyang oleh kekuasaan asing dan modal swasta nasional dalam industri semen. Dia pun mengkritik aksi perlawanan sejumlah orang terhadap perusahaan asing yang tidak sekeras saat mereka menentang perusahaan milik negara misalnya dengan aksi semen atau cor kaki di Monas.

"Putusan MA keluar, silent, tidak bersuara. Tidak ada sesuatu perlawanan baru, perlawanan biasa saja," katanya.

Lebih lanjut, dia meminta semua pihak untuk melihat fakta di lapangan secara jernih. Tidak hanya terjebak pada aksi-aksi mereka penolak yang memang menonjolkan isu budaya, lingkungan, dan aksi yang menyentuh hati seperti cor kaki, atau jalan kaki dari Rembang ke Semerang.

"Mereka berpotensi menyandera perekonomian nasional. Bila pabrik semen di Rembang itu bubar, negara rugi Rp5 triliun," tutur dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya