Yusril: Presiden yang Bisa Usulkan Pembubaran Parpol ke MK

Presiden Jokowi di Kantor Kepresidenan, Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id – Usulan pembubaran partai politik yang menerima dana korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), sempat mencuat. Namun untuk membubarkan partai politik, harus melalui Mahkamah Konstitusi atau MK sesuai dengan Pasal 68 UU Nomor 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Temui Presiden Jokowi di Istana

Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan, kalau pidana dalam kejahatan korporasi, maka yang dihukum adalah pimpinan korporasi tersebut. Hal yang sama dengan partai politik.

"Sementara partainya sendiri tidak otomatis bubar," kat Yusril dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Jumat 10 Maret 2017.

Kata Istana soal Kabar Jokowi Bakal Anugerahkan Satyalencana ke Gibran dan Bobby

Menurut Yusril, yang berwenang memutuskan partai politik bubar atau tidak, bukanlah pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung dalam perkara pidana, tapi Mahkamah Konstitusi dalam perkara tersendiri yakni perkara pembubaran partai politik.

Dalam perkara e-KTP, menurut dia, patut ditunggu seperti apa pembukitan dari pelaku yang diduga terlibat itu. Sementara, kalau semua terlibat, termasuk unsur partai politik, maka yang paling bisa mengajukan ke MK untuk pembubaran partai adalah pemerintah, dalam hal ini Presiden.

Budi Gunadi Klaim Berhasil Jadi Menkes Karena Jokowi Tidak Pernah Masuk Rumah Sakit

Sehingga, keputusan pembubaran itu akan diuji ke MK. Itu kalau ada usulan pembubaran partai politik dari Presiden.

"Jika semua mereka, baik pribadi maupun korporasi, dalam hal ini parpol yang terlibat, terbukti bersalah, itulah saatnya Presiden, entah Joko Widodo atau bukan nantinya, untuk mengajukan perkara pembubaran parpol tersebut ke MK," terang mantan Menteri Kehakiman ini.

Sebelumnya, dalam surat dakwaan kasus korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, terungkap bahwa pada 11 Februari 2011, pengusaha Andi Narogong menemui terdakwa Sugiharto yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek e-KTP, untuk membahas pemberian uang kepada sejumlah pihak untuk kepentingan penganggaran pengadaan e-KTP.

Andi berencana menggelontorkan dana Rp520 miliar yang akan diserahkan ke beberapa pihak, antara lain Partai Golkar Rp150 miliar, Partai Demokrat Rp150 miliar, PDI Perjuangan Rp80 miliar, Marzuki Ali Rp20 miliar, Anas Urbaningrum Rp20 miliar, Chaeruman Harahap Rp20 miliar dan partai-partai lainnya sejumlah Rp80 miliar.

"Rincian pemberian uang tersebut kemudian dilaporkan oleh Terdakwa II (Sugiharto) kepada Terdakwa I (Irman). Atas laporan tersebut Terdakwa I menyetujuinya," ujar Jaksa Irene saat membacakan dakwaan. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya