- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Proses penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2017 yang akan dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) terpengaruh penangkapan salah satu mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar.
Patrialis, Hakim Konstitusi sejak 2013, tertangkap dalam operasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 25 Januari 2017. Ia diduga menerima suap terkait uji materi Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014.
Menurut Ketua MK, Arief Hidayat, ketiadaan Patrialis membuat jumlah hakim konstitusi menjadi hanya delapan orang. Dengan demikian, MK untuk sementara memutuskan hanya ada dua panel hakim yang menangani persidangan terkait perkara Pilkada.
"Jika sampai dengan tahapan persidangan komposisi masih delapan hakim konstitusi, maka persidangan akan dibagi ke dalam dua panel, masing-masing empat hakim per panel," ujar Arief di Gedung MK, Jakarta, Senin, 27 Februari 2017.
Arief menyampaikan, hal itu bisa berubah jika Presiden Joko Widodo, sebelum persidangan pertama perkara perselisihan pilkada pada 16 Maret 2017, telah menetapkan hakim konstitusi baru pengganti Patrialis. Panel yang dibentuk menjadi tiga dengan masing-masing panel beranggotakan tiga hakim.
"Sekiranya hakim konstitusi lengkap, maka segera dilakukan penyesuaian," ujar Arief.
Saat ini, Panitia Seleksi (pansel) MK masih bekerja menerima kandidat yang akan diseleksi menjadi hakim konstitusi. Jokowi baru menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) yang menetapkan anggota pansel pada Selasa, 21 Februari 2017.
Panitia terdiri dari mantan hakim konstitusi Harjono, Wakil Ketua Komisi Yudisial Sukma Violetta, mantan hakim konstitusi Mauarar Siahaan, serta ahli hukum Todung Mulya Lubis dan Ningrum Sirait. (mus)