Ketua KPU Minta Baju Kotak-kotak Tidak Dipermasalahkan

Baju kotak-kotak yang menjadi ciri khas kampanye Jokowi.
Sumber :

VIVA.co.id – Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, Sumarno mengatakan, baju dengan motif kotak-kotak, bukanlah salah satu atribut kampanye.

Viral Penampakan Puluhan Baliho Caleg Dipasang di Pohon, Auto Kena Label 'Tersangka' Penusukan

Hal ini ia tegaskan, setelah muncul keluhan mengenai adanya larangan dari beberapa anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) kepada saksi untuk mengenakan baju tersebut.

"Enggak (ada larangan). Itu kan bukan salah satu atribut kampanye," kata Sumarno di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Minggu 26 Februari 2017.

Pencopotan Baliho Ganjar-Mahfud saat Jokowi Kunker ke Bali Dinilai Tepat untuk Jaga Netralitas

Menurutnya, akan dianggap sebagai atribut kampanye, jika pakaian tersebut terdapat gambar, nama, dan nomor urut pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.

"Atribut kampanye itu ada fotonya, namanya, dan nomornya. Kalau kotak-kotak ada nama calon, gambarnya, dan nomornya, baru dilarang," jelasnya.

Baliho Ganjar-Mahfud MD Dicopot Jelang Jokowi Kunker, Begini Penjelasan Pemprov Bali

Ia menambahkan, jika baju kotak-kotak dipermasalahkan, ia khawatir baju kemeja putih yang identik dengan pasangan cagub dan cawagub DKI nomor urut tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, juga dipermasalahkan.

"Nanti, kalau baju putih juga dipersoalkan, bagaimana? Setiap orang yang pakai baju putih diganti, kan repot. Atau, disiapkan baju ganti, kan enggak mungkin," ujarnya.

Lebih lanjut, Sumarno menuturkan, sebenarnya ia sudah membuat surat edaran kepada anggota KPPS terkait beberapa hal yang dilarang ada saat pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Sebenarnya, sudah ada surat edaran kepada KPPS tentang baju saksi, tetapi memang ada beberapa kasus KPPS tidak memperbolehkan. Itu akan kami luruskan," tuturnya.

Ia berpendapat, adanya kasus tersebut dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya, anggota KPPS yang tidak tahu, atau menafsirkan sendiri larangan tersebut. "Ya, mungkin enggak tahu, atau mereka menafsirkan sendiri. Padahal, surat edaran sudah ada," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya