Fasilitas Rutan dan Lapas Masih Minim

Suasana Rutan Cilodong, Depok, Jawa Barat, Kamis, 7 Juli 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zahrul Darmawan

VIVA.co.id – Kondisi dan fasilitas di rumah tahanan Indonesia ternyata masih minim. Sekali makan, para napi hanya berhak menerima makanan dengan harga antara Rp5000 hingga Rp7000.

800 Telepon Genggam Disita dari Sel Napi Lapas Salemba

Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami, mengungkapkan kondisi rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di Indonesia.  Dia mengatakan, tak hanya memprihatinkan dengan kondisi makanan, namun jumlah petugas juga masih jauh dari cukup.  Dari jumlah petugas sebanyak 29.000 tersebut kurang ideal untuk mengawasi narapidana yang diketahui hingga kini berjumlah 210.000 tersebar di 691 rutan dan lapas di seluruh Indonesia.

"Kita sudah ajukan ke pemerintah. Karena pemerintah memiliki keterbatasan, jadi kita pakai road map sampai 2019 inginnya sudah ada tambahan kapasitas mendekati angka 200 ribu (petugas)," kata Sri di kantor Ditjen Pemasyarakatan, Jakarta, Sabtu 25 Februari 2017.

4 Napi yang Pernah Kabur dari Nusakambangan, Ada 'Robin Hood'

Sri menambahkan, membangun seluruh komponen yang ada di lapas tidak murah. Hal tersebut belum dihitung biaya konsumsi terkait makanan sehari-hari warga binaan. Ia menyebutkan, makanan bagi narapidana itu dipatok seharga Rp14.000 dan Rp17.000 untuk lapas atau rutan di wilayah Timur Indonesia. Jika dipecah tiga, artinya satu kali makan setiap napi hanya berhak makan dengan harga antara lima ribu hingga tujuh ribu rupiah. Anggaran Rp 3,8 triliun tiap tahunnya, kata Sri, sebanyak 1,9 triliun dihabiskan untuk makanan narapidana.

"Satu orang napi satu hari. Makan tiga kali. Rp1,09 triliun, sedikit itu untuk 210 ribu napi kali 365 hari sehari 3x cuma Rp 1 triliun. Duit itu berat juga," ujarnya.

Kerusuhan di Rutan Bima, Belasan Napi Kabur

Dari makanan dengan nilai Rp14.000 - Rp17.000, asupan gizi bagi narapidana pun hanya seadanya. Sri mengatakan, makan yang diberikan sebanyak tiga kali itu sebenarnya tak layak bila dibandingkan makanan bagi tahanan di institusi lain seperti Kejaksaan, KPK dan Kepolisian.

"Hanya nasi putih, sayur asem, tempe kemudian ikan asin untuk tiga kali makan. Kalau di warteg nasi bungkus berapa. Sekitar 15 ribu sekali makan. Ini lima belas ribu untuk tiga kali. Makan pagi, siang dan malam," katanya.

Dari jumlah kapasitas lapas yang tak sebanding dengan tahanan di dalam, Sri mengharapkan pemerintah atau pemangku kepentingan lainnya dapat mengubah persepsinya terkait penegakan hukum. Menurutnya, kapasitas lapas di Indonesia sudah berlebih sehingga harus dicarikan solusinya untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan dengan tindak pidana ringan. Jadi tidak semua dijebloskan ke rumah tahanan.

"Misalnya kalau bisa diselesaikan, seperti berantem ya udah diselesaikan kembali ke masyarakat. Harus ada yang menjembatani. Pengguna (narkoba) misalnya jangan masuk ke dalam. Pengguna ditaruh di panti rehab.” (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya