Wapres Tak Yakin Paket KTP Palsu demi Kepentingan Pilkada

Blanko kosong e-KTP sebelum diisi dengan data warga.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

VIVA.co.id – Beberapa waktu lalu, Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta menyita sekitar 36 Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP palsu yang dikirim dari Kamboja.  

Menguak Sindikat Narkoba Internasional, KTP Palsu Dibikinin Bandar

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa hal itu sangat disayangkan karena masuk secara ilegal. Namun JK meragukan jika paket KTP itu dimaksudkan untuk kepentingan pilkada.

"Memang maksudnya kalau untuk pilkada, harusnya besar-besaran. Tapi yang kita lihat hanya beberapa puluh. Terlalu riskan kalau sedikit itu," kata Wapres JK saat memberikan keterangan pers di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat, 10 Februari 2017.

Seorang Lagi Mafia Tanah yang Sasar Ibunda Dino Patti Djalal Ditangkap

Walau kemungkinan ditujukan ke pilkada masih tetap ada, namun menurutnya, jumlah KTP di paket itu tidak akan signifikan. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu menilai, e-KTP palsu itu juga bisa digunakan untuk tindakan penipuan.

Pasalnya, selain e-KTP juga ditemukan kartu NPWP dan kartu ATM. Menurut JK, dengan bukti itu, maka modusnya berpotensi pada kejahatan keuangan.

Sepi Orderan akibat Corona, Karyawan Percetakan Berbisnis KTP Palsu

"Kemungkinan lainnya untuk buka rekening dengan KTP palsu itu, kemudian untuk tabungan rekening, itu bisa terjadi. Itu ada juga yang ATM-ATM bisa menipu," katanya.

Kasus e-KTP palsu dibongkar oleh Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta dengan paket kiriman melalui jasa penitipan Fedex. Paket dialamatkan kepada seseorang bernama Leo dengan alamat Jalan Taman Surya V Blok GG 4 Nomor 17 Kelurahan Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat.

Selain e-KTP juga terdapat 32 kartu nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan sebuah buku tabungan dan kartu ATM.

"Kalau melihat ada KTP, NPWP, buku tabungan dan kartu ATM, bisa jadi pengiriman ini terkait dengan rencana kejahatan siber, kejahatan perbankan atau pencucian uang," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi pada Kamis kemarin. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya