- ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
VIVA.co.id – Keluarga Asyam dan Ilham, dua dari tiga mahasiswa Universitas Islam Indonesia, yang tewas usai diksar Mapala UII di Gunung Lawu, menempuh jalur hukum untuk mendapatkan keadilan atas meninggalnya anak mereka.
Namun, apakah keluarga lain yang anaknya juga dirawat di rumah sakit, dan diduga, karena tindakan kekerasan akan menumpuh jalur yang sama?
Imam Hakim, orang tua korban yang dirawat intensif di RS JIH Yogyakarta, mengaku tidak menuntut secara hukum, meski anaknya terbaring di rumah sakit. Imam bahkan tetap mengizinkan anaknya mengikuti kegiatan mahasiswa pecinta alam, jika sembuh nanti.
"Saya tetap mengizinkan kalau masih ingin melanjutkan menjadi anggota Mapala," kata Imam, Sabtu, 28 Januari 2017.
Meski demikian, Imam berharap ke depan SOP dan kurikulum hingga kegiatan Mapala harus diperbaiki, agar peristiwa serupa tidak terulang kembali. Kalau ada kejadian berarti ada oknum yang tidak menjalankan.
"Seperti apa pun lembaga harus punya tanggung jawab untuk melakukan pengawasan. Sebelum, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan agar tidak terjadi lagi," ucapnya.
Imam menyatakan dirinya akan menyerahkan kasus ini kepada pihak kepolisian. "Kita serahkan saja karena sudah ada penyidikan. Ke depannya tidak melakukan seperti ini," ujar Imam.
Mardianto, ayah dari Fatur Rohim, salah satu mahasiwa peserta disar Mapala UII, juga menyatakan tidak ingin menempuh jalur hukum. Menurutnya, misi Mapala sudah baik, seperti yang dilakukan Mapala UII yang sudah membangun beberapa masjid di sekitar merapi.
"Bencana alam juga dibantu adik-adik Mapala," ujarnya. (ase)