KPK Juga Usut Aliran Suap Rolls Royce ke Pejabat PLN

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Sumber :
  • ANTARA/Wahyu Putro A

VIVA.co.id – Perusahaan raksasa penyedia mesin asal Inggris, Roll Royce, tidak hanya tersangkut skandal suap terkait jual-beli mesin untuk maskapai Garuda Indonesia. Berdasarkan investigasi lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), Rolls Royce juga disinyalir menyuap pejabat-pejabat Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk pemenangan proyek pada 2007.

Capaian PLN 2021: Pelanggan 82,5 Juta, Rasio Elektrifikasi 99,43%

Menanggapi temuan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi – yang juga menangani kasus suap jual-beli mesin dan pesawat untuk Garuda Indonesia – juga mengakui telah menerima banyak dokumen dari SFO, termasuk mengenai PLN. Namun, sampai saat ini, lembaga antirasuah itu masih mempelajari kasusnya.

"Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, kami (KPK) mendapat informasi banyak dari SFO dan CPIB (lembaga antikorupsi Singapura) Kami sedang pelajari lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Senin 23 Januari 2017.

Grab Permudah Mobilisasi Karyawan PLN

Febri melanjutkan, KPK juga tengah fokus menyidik kasus yang menjerat mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka suap pembelian mesin pesawat Airbus oleh Garuda dari Roll Royce. Nilai suapnya cukup fantastis, yakni sejauh ini sekitar US$4 Juta.

"Kami juga sendang fokus mendalami aliran dana pihak-pihak penerima dan pemberi, maupun pihak terkait dalam kasus Garuda Indonesia ini," kata Febri.

Listrik di Lokasi Gempa Pasaman Barat Hidup Lagi

Temuan Inggris

SFO pun telah mempublikasikan hasil penyelidikannya terhadap kasus suap Rolls Royce.

Dalam hasil penyelidikan tersebut, juga disebutkan bahwa Rolls Royce diketahui menyuap pejabat-pejabat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memenangkan proyek pada 2007. Penyelidikan berawal pada 2007, seorang pegawai Rolls Roys terlibat dengan seorang perantara dalam pembayaran komisi untuk memenangkan tender melalui persaingan tidak sehat.

Dari dokumen SFO itu, yang dilansir VIVA.co.id pada Jumat 20 Januari 2017, disebutkan hubungan perantara itu dimulai ketika Rolls Royce menjual dua paket generator kepada PLN pada 2000, dan memenangkan proyek layanan jangka panjang selama tujuh tahun.

Di saat kontrak pemeliharaan akan habis, PLN membutuhkan perjanjian layanan jangka panjang untuk pemeliharaan instalasi dan memutuskan untuk membuka proses tender terbatas pada 2006.
 
Disebutkan dalam laporan tersebut, Rolls Royce membuat perjanjian dengan pegawai-pegawai PLN dan perusahaan kompetitor untuk memenangkan tender. Bila Rolls Royce memenangkan tender tersebut, perusahaan berjanji akan memberikan komisi perantara dua persen dari total nilai kontrak kepada individu-individu PLN dan perusahaan kompetitor.  

Dalam proses tender tersebut, perusahaan kompetitor pun memberikan penawaran harga US$1 juta lebih tinggi dari Rolls Royce. Akhirnya, Rolls Royce memenangkan tender dan membayar komisi perantara secara bertahap selama masa perjanjian layanan jangka panjang.

Pada Januari 2012, penyelidikan internal terkait pembayaran tersebut dilakukan. Dan, pada Maret 2013, konfirmasi dilakukan bahwa perantara itu tidak melanggar kontrak, atau hukum yang berlaku. Meskipun, pihak perantara bertindak korup atas nama Rolls Royce. Dan, Rolls Royce tetap terus melakukan pembayaran kepada pihak perantara hingga Juli 2013. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya