MUI Berharap Istibsyaroh Mundur

Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (MUI), Istibsyaroh, bersama delegasi Muslim Indonesia bertemu dengan Presiden Israel, Reuven Rivlin, Rabu lalu.
Sumber :
  • Twitter / @PresidentRuvi

VIVA.co.id - Majelis Ulama Indonesia menyayangkan pertemuan Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga MUI Istibsyaroh dengan Presiden Israel. Meskipun bukan mewakili MUI secara lembaga, Ketua MUI Bidang Luar Negeri Muhyidin Junaidi menilai pertemuan itu tetap melanggar etika diplomasi, karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatis dengan Israel.

Antara Dukungan dan Keberlanjutan Ekonomi Lokal

"Kami dari MUI sangat berkeberatan dan mengecam kunjungan itu. Karena bagi kami di MUI, Israel masih tetap sebagai penjajah di muka bumi ini," kata Muhyidin saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat 20 Januari 2016.

Menurut dia, setiap orang yang bergabung dengan MUI harus paham dengan sikap dan orientasi serta jati diri MUI. Atas dasar itu, dia pun meminta agar Istibsyaroh secara sukarela mengundurkan diri dari pimpinan MUI.

Dewan Keamanan PBB yang Gagal dalam Menjamin Perdamaian Dunia

"Alangkah elegannya beliau ini kan salah satu pimpinan. Kami berharap daripada menimbulkan pro dan kontra di internal MUI dan di masyarakat, lebih baik beliau mengundurkan diri," ujarnya.

Sebelumnya, Muhyidin mengkonfirmasi pertemuan Istibsyaroh dan Presiden Israel bukan mewakili lembaga MUI. Tapi yang bersangkutan mewakili cendikiawan dari perguruan tinggi negeri di Jawa Timur.

Kegagalan Hukum Internasional dalam Menghadapi Kejahatan Perang Israel

Presiden Israel Reuven Rivlin pada hari Rabu, 18 Januari 2017 lalu, menerima kunjungan delegasi pemimpin Muslim Indonesia di kediamannya, yang mengunjungi Israel atas prakarsa Dewan Hubungan Australia/Israel & Yahudi (AIJAC).

Dalam kunjungan itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Istibsyaroh, yang juga dikenal sebagai Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia.

Presiden Rivlin menyambut kunjungan tersebut dengan hangat dan mengatakan kepada mereka bagaimana keluarganya telah kembali tinggal di Israel sejak dua abad yang lalu dan kehidupan mereka di Yerusalem sepanjang tahun.

Ia mengatakan selama bertahun-tahun, semua orang hidup di Yerusalem dalam harmoni antara Muslim, Kristen dan Yahudi.

"Kita ditakdirkan untuk hidup bersama. Nenek moyang saya percaya, bahwa kita semua bisa tinggal di sini bersama-sama. Kami percaya di Israel tidak hanya ada demokrasi bagi Yahudi, tapi demokrasi untuk semua orang," kata Rivlin, seperti dikutip dariwebsiteresmi Kementerian Luar Negeri Israel, mfa.gov.il, Jumat, 20 Januari 2017.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya