Minta Uang Haji, Bupati Nonaktif Banyuasin Didakwa Dua Pasal

Yan Anton Ferdian, Bupati nonaktif Banyuasin, menjalani sidang perkara korupsi proyek Dinas Pendidikan setempat, di Pengadilan Negeri Palembang, pada Kamis, 19 Januari 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Aji YK Putra

VIVA.co.id - Yan Anton Ferdian, Bupati nonaktif Banyuasin, menjalani sidang perkara korupsi proyek Dinas Pendidikan setempat, di Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, pada Kamis, 19 Januari 2017.

Tahap II Ditutup, 194.744 Jemaah Reguler Lunasi Biaya Haji

Yan didakwa dua pasal, yakni pasal primer dan pasal skunder Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi. Dakwaan kesatu ialah Pasal 12 a subsider Pasal 11 juncto Pasal 55 KUHP Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan dakwaan kedua Pasal 12 b juncto Pasal 55 KUHP Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Setelah mendengarkan dakwaan yang disampaikan Roy Riadi, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, Yan menyatakan tak mengajukan eksepsi atau tangkisan.

Kuota 2024 Terbesar Sepanjang Sejarah Penyelenggaraan Ibadah Haji

Begitu juga dengan empat terdakwa lain, yakni Rustami alias Darus, Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Pemkab Banyuasin; Firmansyah, Sekretaris Daerah Banyuasin; Umar Usman, Kepala Dinas Pendidikan Banyuasin; dan Sutaryo, Kepala Seksi Pengadaan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Dinas Pendidikan Banyuasin. Mereka didakwa pasal yang sama.

Kirman, pengusaha kontraktor, yang juga didakwa terlibat dalam perkara korupsi itu, menolak dakwaan jaksa dan mengajukan eksepsi. "Klien kami bukan penyelenggara negara. Dia hanya swasta. Sementara pasal yang didakwa untuk penyelenggara negara," kata Rida Rubiyani, kuasa hukum Kirman.

Indeks Kepuasan Jemaah Kian Positif, Performa Petugas Haji Makin Diuji

Dalam fakta persidangan, sejak 2014-2016, Yan Anton telah menerima uang gratifikasi sebesar Rp6,1 miliar dari rekanan Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin, Zulfikar Muharrami. Jumlah itu merupakan akumulasi gratifikasi sebesar 20 persen dari setiap proyek yang dimenangkan Zulfikar.

Sedikitnya 20 proyek pengadaan fisik bidang pendidikan yang dimenangkan Zulfikar. Pengadaan proyek itu merupakan tender pembelian alat peraga dan buku pelajaran SD hingga SMP.

Kasus korupsi itu terkuak setelah Yan Anton tertangkap tangan oleh KPK ketika hendak pergi beribadah haji ke Arab Saudi pada 4 September 2016. KPK menyita uang Rp299 juta 11.200 dolar Amerika dari Yan. Petugas juga menyita uang Rp50 juta dari Sutaryo dan bukti setoran biaya haji ke sebuah biro perjalanan haji, yakni PT TB, sebesar Rp531 juta.

Kronologi

Kasus itu muncul diduga karena Yan Anton sedang membutuhkan uang Rp1 miliar untuk pergi haji bersama istrinya. Dia lalu meminta Rustami bertanya kepada Umar tentang proyek-proyek di Dinas Pendidikan.

Sutaryo menghubungi Zulfikar melalui Kirman. Kirman diduga berperan pengepul dana, yang menjadi penghubung pengusaha jika ada keperluan dengan pejabat. Yan Anton diduga menukar uang Rp1 miliar dengan proyek di Dinas Pendidikan.

Umar dan Sutaryo menghubungi Direktur CV Putra Pratama, Zulfikar Muharrami. Umar dan Sutaryo mendapatkan bantuan dari Kirman. Kirman adalah orang yang selalu menghubungi pengusaha jika ada pejabat yang memerlukan dana.

Yan Anton akhirnya mendapat dana Rp1 miliar. Dia menerimanya dalam tiga tahap, yaitu Rp300 juta pada 1 September dan 11.200 dolar Amerika pada 2 September. Uang itu akan digunakan sebagai uang saku selama di Tanah Suci. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya