Maruf Amin: Fatwa MUI Tidak Berbenturan dengan Hukum Positif

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhammad Solihin

VIVA.co.id – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Maruf Amin menegaskan, fatwa atau sikap keagamaan yang dikeluarkan oleh MUI tidak berbenturan dengan hukum postif. MUI merupakan lembaga yang kredibel dan mempunyai otoritas, serta representasi dari berbagai organisasi masyarakat Islam yang ada di Indonesia.

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

"Jadi kalau disebutkan fatwa Majelis Ulama Indonesia berbenturan dengan hukum postif saya tegaskan tidak ada benturan," kata Maruf Amin saat menjadi pembicara dalam acara diskusi di PTIK dengan tema 'Fatwa MUI dan Hukum Positif' di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa 17 Januari 2017.

Ia mengatakan, fatwa MUI akan mengikat secara syar'i kepada umat Islam. Meski begitu, dalam pelaksanaannya belum tentu mengikat karena belum menjadi hukum positif. Menurutnya, fatwa MUI  baru bisa dieksekusi ketika sudah dijadikan hukum positif, atau sudah menjadi peraturan perundang-undangan.

MUI: Tetangga Banyak Kena COVID-19, Salat Jumat Boleh Diganti Zuhur

Ketika fatwa MUI sudah dijadikan hukum positif, atau sudah menjadi peraturan perundang-undangan, maka fatwa tersebut akan mengikat secara keseluruhannya, baik secara syar'i maupun tarjih.

"Jadi saya kira jelas, fatwa mengikat secara syar'i bagi tiap-tiap muslim, tetapi belum tentu dia bisa menjadi untuk dieksekusi karena belum dijadikan hukum," ujar Rais Aam PBNU ini.

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

Salah satu contoh fatwa MUI mengikat secara syar'i dan juga tarjih yang berdasarkan atas perintah Undang-undang, yaitu mengenai fatwa halal. Pemerintah dan DPR telah mengesahkan UU Jaminan Produk Halal, dimana fatwa MUI dilibatkan dalam pengujian suatu produk halal

"Menurut Undang-undang, yang menetapkan kehalalan itu adalah MUI. Itu perintah Undang-undang itu. Jadi punya kaitan dengan hukum postif karena sudah di-positivisasi. Fatwa yang sudah di-positivisasi," ujarnya menjelaskan.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, bahwa fatwa atau sikap keagamaan MUI saat ini memiliki implikasi luas yang bisa berpotensi menimbulkan gangguan keamanaan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), serta berpengaruh kepada sistem hukum di Indonesia.

Pernyataan Kapolri itu didasarkan pada kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Di mana sikap keagamaan MUI dalam kasus tersebut menjadi salah satu pendorong aksi masyarakat melalui Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI.

"Ini menarik, di mana sikap keagamaan membuat masyarakat termobilisasi seperti aksi 411, 212, yang banyak terpengaruhi sikap MUI," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Januari 2017.

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) ini menegaskan, fatwa MUI bukan sesuatu yang haram. Namun, dengan merujuk aksi-aksi yang muncul belakangan, fatwa ini dikhawatirkan berdampak dan cenderung berkembang menjadi ancaman bagi keberagaman dan kebhinekaan, bahkan berujung masalah kepada Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).

Dengan fakta itu, Tito menilai, banyak pertanyaan di kalangan masyarakat, bahkan di kalangan ahli membahas pandangan fatwa MUI tersebut.

"Pertanyaan utama, apakah fatwa MUI hukum positif? Kalau ini hukum positif apa risikonya? Kalau bukan, perlu ditegakkan? Kalau disosialisasikan dengan cara apa? Siapa yang mensosialisasikan," ujar Kapolri mempertanyakan.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya