Ratusan Warga China di Sulawesi Selatan Kerja di Konstruksi

Ilustrasi buruh pabrik.
Sumber :
  • REUTERS/Damir Sagolj

VIVA.co.id – Berdasarkan data Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan, jumlah warga negara asing (WNA) pemegang kartu izin tinggal terbatas atau Kitas, sepanjang 2016 sebanyak 689 orang. Sebanyak 391 di antaranya merupakan WNA yang berstatus pekerja.

Jemaah An Nadzir di Gowa Salat Idul Fitri Hari Ini, Begini Metode Perhitungannya Sesuai Aplikasi

"Yang berstatus mahasiswa itu ada 203 orang, sebagai peneliti 7 orang, status ikutan (ikut bersama keluarga) 88 orang, dan yang bekerja 391 orang," kata Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan Ramli, Kamis, 5 Januari 2017.

Ia menyebutkan, dari 391 WNA yang bekerja, 227 WNA berasal dari Tiongkok. Selebihnya, ada yang berasal dari Malaysia, Singapura, Belgia, Jerman, Jepang dan Taiwan.

20 Kg Narkoba Jenis Baru Bernilai Miliaran Siap Edar Digagalkan Polisi di Makassar

Menurut Ramli, rata-rata WNA asal Tiongkok tersebut bekerja di sektor konstruksi yang tersebar di beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Seperti di perusahaan listrik di Kabupaten Jeneponto dan pabrik semen di Kabupaten Barru dan Pangkep.

"Paling banyak mereka bekerja di dua perusahaan listrik yang ada di Kabupaten Jeneponto, selebihnya ada di perusahaan yang mengelola semen putih di Kabupaten Barru serta perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Bulukumba,” katanya.

Menteri PPPA: Pemkab Wajo Contoh Keberhasilan Tekan Angka Perkawinan Anak

Ditanya soal WNA yang melanggar, Ramli mengatakan, sepanjang 2016 pihaknya telah menindak dengan mendeportasi 34 WNA. Masing-masing yakni dari Bangladesh 10 orang, India 10 orang, Prancis dua orang, Malaysia lima orang, Jepang satu orang, Cina empat orang, Jerman satu orang, dan Pakistan satu orang.

"Rata-rata karena penyalahgunaan perizinan keimigrasian. Misalnya ada WNA asal Cina di Palopo. Dia berjualan di pasar. Semacam keramik-keramik, macam-macam lah. Sama petugas imigrasi dia kedapatan, periksa, ternyata visanya itu visa kunjungan. Itu kita deportasi," tutur Ramli.

Untuk hal pengawasan, Ramli mengatakan pihaknya tetap bekerja sama dengan pihak terkait seperti Pemerintah Daerah, Polri, TNI dan masyarakat.

"Kami tidak bisa bertindak sendirian. Peran serta masyarakat untuk memberikan kita informasi itu juga diperlukan. Apakah legal atau tidak, kita periksa sama-sama. Kalau memang terbukti salah, kita tindak sama-sama," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya