Kenapa Gempa Aceh Berdaya Rusak Parah, Ini Penjelasannya

Sejumlah warga melihat masjid yang runtuh akibat gempa 6.5 SR, di Meuredu, Pidie Jaya, Aceh, Rabu (7/12/2016).
Sumber :
  • ANTARA/Irwansyah Putra

VIVA.co.id – Selama ini para ahli kegempaan sangat mengkhawatirkan gempa akibat pergerakan Sesar Sumatera Besar, atau Great Sumatran Fault. Tapi gempa lain justru terjadi akibat pergerakan sesal lokar yang berada di sekitar Sesar Sumatera.

10 Gempa Terdahsyat di Bumi, Ada Indonesia

Gempa darat karena pergerakan Sesar Samalanga-Sipopok yang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, dengan kekuatan 6,5 SR, memang cukup mengejutkan. Apalagi, efek dari gempa ini membuat daya rusuk yang mengkhawatirkan. Tercatat sudah 99 orang meninggal.

Menurut Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Dr. Daryono, memang banyak pertanyan dari warga, mengapa gempa bumi dengan kekuatan 6,5 SR dapat berdampak kerusakan sedemikian parah.

Gempa Magnitudo 5,6 Guncang Aceh Jaya

Hal ini dapat dijelaskan bahwa zona gempa bumi Pidie Jaya khususnya yang di kawasan pesisir, lahannya tersusun oleh material tanah lunak berupa material pasir dan alluvium.

Karakteristik tanah lunak yang tebal semacam ini dapat menimbulkan resonansi gelombang seismik hingga memicu amplifikasi geuncangan gempa bumi. Belum lagi kondisi bangunan yang ada banyak yang tidak memiliki standar aman gempa bumi.

Empat Wilayah di Aceh Diguncang Gempa Magnitudo 5,6

"Maka dengan mudah terjadi kerusakan saat diguncang gempa bumi kuat. Dalam hal ini tingkat kerusakan akibat gempa bumi tidak hanya disebabkan oleh kekuatan/magnitudo gempa dan jaraknya dari pusat gempa bumi, tetapi kondisi tanah setempat dan kualitas bangunan sangat menentukan tingkat kerusakan," ujar Daryono, Kamis, 8 September 2016.

Seperti diketahui, Aceh memang masuk dalam wilayah rawan gempa, karena terdapat sebaran struktur sesar aktif di daratan berupa segmen sesar aktif mencakup segmen Aceh, Seulimeum, dan Tripa. Selain itu terdapat struktur sesar yang lokal lain seperti Sesar Lhokseumawe dan Sesar Samalanga-Sipopok.

"Tidak heran jika dalam periode tahun 1936-2016 di Aceh terjadi gempa bumi signifikan dan merusak sebanyak 22 kali," kata Daryono.

Catatan sejarah gempa bumi menunjukkan bahwa pada 12 April 1967 di Samalanga juga terjadi gempa bumi 6,1 SR. Dampak gempa bumi ini sangat merusak. Tercatat gempa bumi ini merusak 2.000 rumah penduduk, 11 bangunan sekolah, lima masjid, lima jembatan. Korban luka cukup banyak, tetapi tidak ada laporan korban meninggal.

Jika melihat lokasi episenter gempa bumi Pidie Jaya saat ini dan Gempabumi Samalanga 1967, tampak ada kaitannya dengan keberadaan Sesar Samalanga-Sipopok. Namun untuk memastikan hubungan ini memang perlu dilakukan kajian lebih lanjut, mengingat sebaran aktivitas gempa bumi saat ini susulannya menunjukkan arah baratlaut-tenggara.

"Data survei rekahan permukaan (surface rupture) sangat dibutuhkan untuk menjawab tanda tanya besar sesar pembangkit gempa bumi ini. Untuk itu BMKG, Tim Revisi Peta Gempa Nasional, Badan Geologi, dan ITB memberangkatkan tim survei ke zona gempa bumi Pidie Jaya," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya