Tito Ungkap Beda Kasus Ahok dengan Arswendo dan Lia Eden

Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Ahok.
Sumber :
  • Facebook

VIVA.co.id - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan alasan tersangka kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama, tidak ditahan.

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

Hal ini disampaikan Tito saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin, 5 Desember 2016. Tito juga membandingkan kasus Ahok dengan kasus penistaan agama yang menjerat Arswendo Atmowiloto dan Lia Eden.

"Kami sampaikan dalam kasus itu penyidik melihat (bukti) itu telak dan mutlak. Karena dalam kasus Arswendo itu terjadi polling. Polling-nya Nabi Muhammad SAW dimasukkan sebagai tokoh populer di ranking nomor 11," kata Tito di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

Menurut Tito, atas perbuatan Arswendo itu, banyak pihak terlukai. Sehingga penyidik menilai yang bersangkutan mutlak ditahan. "Kebetulan saya masih Letnan Satu ikut di kasus itu," kata dia.

Kemudian dalam kasus Lia Eden, Tito mengatakan pembuktiannya juga lebih mudah karena Lia Eden menganggap dirinya sendiri sebagai titisan Nabi Muhammad SAW. "Itu juga pembuktiannya sangat mudah, karena bagi umat Islam, Nabi Muhammad adalah satu," ujar Tito.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

Oleh karena itu, menurut Tito, kasus-kasus di atas berbeda dengan kasus Ahok yang dugaan penistaannya berbentuk perkataan yang membutuhkan penjelasan ahli. Meskipun begitu, Tito tetap ingin kasus Ahok bisa cepat diadili.

"Itu (kasus Ahok) memerlukan keterangan ahli berbeda. Maka itulah kami sampaikan ke banyak pihak bahwa langkah penahanan tidak dilakukan," kata Tito.

Sebelumnya, Bareskrim Polri memutuskan tidak menahan Ahok. Alasannya menyangkut syarat objektif dan subjektif dari penyidik.

Syarat objektif menyangkut pada tidak bulatnya penyidik dalam menilai pelanggaran pidana yang dilakukan Ahok. Ada sejumlah penyidik yang tidak melihat Ahok melanggar hukum.

Kedua adalah alasan subjektif. Penyidik menganggap Ahok kooperatif, tidak mungkin menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya.

Setelah melakukan proses penyidikan dengan waktu yang relatif singkat, Bareskrim Polri kemudian melimpahkan kasus Ahok ke Kejaksaan Agung. Tak lama kemudian, berkas yang bersangkutan dinyatakan lengkap atau P21. Namun, Kejagung juga memutuskan tidak menahan calon Gubernur DKI Jakarta petahana tersebut. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya