Pemerintah Dinilai Sewenang-wenang Blokir 11 Situs

Ilustrasi internet.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Pemerintah telah memblokir 11 situs yang diduga mengandung penyebaran kebencian dengan unsur suku, agama, ras, dan antar golongan. Penutupan akses ini dilakukan melalui surat yang dikirimkan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, kepada sejumlah Internet Service Provider.

Revisi UU ITE, Pelaku Video Mesum Tidak Lagi Dijerat

Menanggapi ini, Institute for Criminal Justice Reform, menolak pemblokiran yang dilakukan secara sewenang–wenang.

"Tanpa ada tindakan penegakan hukum, upaya pemerintah untuk menutup akses terhadap situs–situs tersebut hanyalah perbuatan sia–sia dan dapat menjurus pada upaya pembungkaman kebebasan berekspresi," ucap peneliti ICJR, Anggara, di Jakarta, Sabtu, 5 November 2016.

Bappebti Blokir 273 Situs Tak Berizin Seperti Binomo dan Octa FX

ICJR sejak lama mengingatkan, dan menyerukan, agar proses pemblokiran situs dilakukan berdasarkan proses hukum yang adil serta terkait dengan penegakan hukum pidana. 

Dalam proses pembahasan revisi Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, ICJR bersama–sama dengan LBH Pers, Elsam, AJI, dan Satu Dunia yang didukung oleh SIKA, juga telah memberikan masukan kepada DPR terkait mekanisme pemblokiran dan penutupan akses.

Koalisi Masyarakat Kecewa Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas Prioritas

"Sayangnya, pembahasan revisi UU ITE antara pemerintah dan DPR berlangsung tertutup dan hasilnya malah memperbesar kewenangan pemerintah untuk melakukan penutupan akses terhadap situs atau aplikasi tertentu tanpa proses hukum yang adil," tutur Anggara.

Terkait dengan proses blokir yang sewenang-wenang dan terus-menerus terjadi, ICJR mengambil sikap untuk mempersiapkan langkah hukum, agar mencegah proses pemutusan akses terhadap situs atau aplikasi internet secara sewenang-wenang.

Ketua MK Anwar Usman memimpin sidang putusan

MK: Pemblokiran Internet oleh Pemerintah Sah dan Konstitusional

MK memutuskan, bahwa terhadap itu sah dan konstitusional, tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Meski demikian, ada dua hakim yang dissenting opinion.

img_title
VIVA.co.id
27 Oktober 2021