AJI Minta Pemblokiran 11 Situs Diuji Pengadilan

Ilustrasi penggunaan internet di layar komputer.
Sumber :
  • REUTERS/Brian Snyder
VIVA.co.id
Sudah 25 Tahun, Ini Situs Website yang Pertama Kali Online
- Pemerintah telah meminta penyelenggara internet untuk memblokir 11 situs, karena dituding mengandung konten yang berpotensi menghasut suku, agama, ras, dan antar golongan.

Kapolri Akui Toleransi Agama Jadi Persoalan di Indonesia
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mempertanyakan ketiadaan mekanisme pengujian atas kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika tersebut.

Rusuh Tanjungbalai, Polri Awasi Info Provokatif di Internet
"AJI Indonesia menyerukan kepada semua pihak untuk menghormati kaidah-kaidah pelaksanaan kebebasan berekspresi sebagaimana diatur Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia serta Konvenan Sipil dan Politik," kata Ketua Umum AJI Indonesia, Suwarjono melaluii keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id, Jumat, 4 November 2016.

Pemblokiran situs ini dilakukan 3 November 2016. Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo telah mengirimkan surat kepada sejumlah Internet Service Provider, untuk meminta 11 situs tersebut diblokir sementara. 

Kesebelas situs yang diblokir itu adalah, Lemahirengmedia.com, portalpiyungan.com, suara-islam.com, smstauhiid.com, beritaislam24h.com,  bersatupos.com, pos-metro.com, jurnalmuslim.com, media-nkri.net, lontaranews.com, dan nusanews.com.

Pada Pasal 19 Deklarasi Universal HAM menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat tanpa mendapat gangguan. Selain itu, untuk mencari, menerima dan menyampaikan beragam keterangan dan pendapat dengan cara apa pun, dengan tidak memandang batas-batas.

Selanjutnya pada Pasal 19 Konvenan Sipil dan Politik, disepakati pelaksanaan hak-hak untuk berekspresi itu menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab khusus, sehingga harus dibatasi demi memastikan penghormatan hak atau nama baik orang lain serta melindungi keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan, atau moral umum.

"Pasal 20 Konvenan Sipil dan Politik menyatakan, bahwa segala propaganda untuk perang harus dilarang oleh hukum. Pasal itu juga menyatakan segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama, yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan harus dilarang oleh hukum," ucapnya. 

Suwarjono mengakui, medium internet yang bersifat seketika dan tanpa batas, membuat pembatasan sebagai pelaksanaan aturan Konvenan Sipil dan Politik boleh diberlakukan seketika. Misalnya, dengan memblokir situs-situs yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras, atau agama, yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan.

Akan tetapi, harus ada mekanisme pengadilan untuk sesegera mungkin menguji, apakah penilaian pemerintah tersebut obyektif.

"Mekanisme uji oleh pengadilan penting, agar kewenangan negara untuk memastikan pelaksanaan kebebasan berekspresi mengikuti aturan Konvenan Sipil dan Politik tidak disalah-gunakan untuk kepentingan penguasa,” kata Suwarjono. 

Sementara itu Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Iman D Nugroho mengatakan, selama pemerintah dan aturan hukum tidak merumuskan mekanisme uji pengadilan, maka segala macam bentuk pemblokiran berpotensi melanggar kebebasan warga negara untuk berekspresi.

(mus)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya