Jokowi Diminta Jangan Abaikan Isu HAM di Papua

Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Papua beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo sepertinya mulai ingin melepaskan metode pendekatan keamanan di wilayah timur Indonesia Papua. Proyeksi pembangunan pun tersorot ke daerah ini secara bertahap. Namun, isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tetap menjadi momok kelam di daerah ini.

Jenderal Bintang Tiga TNI Berdarah Kopassus Kembali Masuk Papua

Tahun ini, setelah beberapa dekade lewat Jokowi diakui baru kali ini ada kebijakan penyamaan harga bahan bakar minyak di Papua. Jika dulunya BBM di Papua bisa terjual dengan harga Rp25 ribu hingga Rp55 ribu bahkan ada yang sempat ratusan ribu rupiah, kini wajib diseragamkan.

Tak ayal, Pertamina selaku pengendali pasokan 'diharuskan' menambal kerugian ongkos kirim hingga mencapai Rp800 miliar demi program satu harga BBM ini. Setidaknya sebanyak 28 ribu kilo liter premium atau bensin dan sebanyak 15 ribu kilo liter solar akan dikucurkan di Papua.

Pratu Herianto, Korban Kebiadaban Teroris OPM Diterbangkan ke Timika

"Sekarang masyarakat di Papua sudah bisa menikmati harga BBM yang sama dengan daerah yang lain di  Indonesia, sehingga ke depannya diharapkan mampu mempercepat laju perekonomian di sini,” kata Jokowi di Papua pada Selasa, 18 Oktober 2016.

Viral, Saya Kristen Tinggal Dekat Masjid Selama 25 Tahun

Atas itu, kini di delapan kabupaten di Papua terhitung 1 Oktober 2016, seluruh BBM akan dibuat seragam dengan daerah lain yakni dengan rincian, minyak tanah Rp2.500, minyak solar Rp5.150, dan Premium Rp6.450 per liter.

Bentuk perhatian lainnya yakni Jokowi juga menyiapkan dana investasi senilai Rp7 triliun dengan meresmikan enam infrastruktur kelistrikan yang disebut bisa menghemat penggunaan bahan bakar PLN hingga senilai Rp161 miliar per tahun.

Hal ini akan membantu proses distribusi listrik ke 560 ribu pelanggan listrik di Papua dengan jangka waktu proyek pengerjaan selambatnya tiga tahun.

Tambah Tentara

Namun, di balik fokus perhatian Jokowi ke Papua, isu militer dan pendekatan keamanan – yang sejatinya hendak ditanggalkan – sepertinya belum begitu seutuhnya menjadi harapan. Faktanya, pemerintah juga membuat Komando Daerah Militer XVIII/Kasuari di ibu Kota Papua Barat, Manokwari.

Setidaknya disebut akan ada 5.000 personel tentara akan ditempatkan di daerah ini meski pemerintah menunjuk putra asli Papua, Mayjen TNI Joppye Onesimus Wayangkau sebagai panglima Kodam XVIII/Kasuari.

Ilustrasi kelompok bersenjata yang bermarkas di Lanny Jaya, Papua.

FOTO: Kelompok bersenjata di Papua

Sebutan daerah rawan bagi Papua pun akhirnya tak bisa lepas. Apalagi isu separatisme yang digaungkan kelompok bersenjata dan sejumlah orang di Papua konon disebut sudah mendarahdaging sejak setengah abad lalu.

Tak cuma itu, setidaknya hingga kini penyelesaian 700 orang korban pelanggaran HAM mulai dari penangkapan, penganiayaan, penyiksaan dan pembunuhan terhadap orang Papua tetap menjadi pekerjaan rumah besar yang mendera pemerintah Indonesia.

"Pendekatan keamanan yang diterapkan selama ini memang memperbesar resiko terjadinya pelanggaran HAM. Kasus-kasus lama yang tidak tuntas diusut menyisakan kekecewaan dan bahkan dendam bagi masyarakat yang menjadi korban. Dalam kondisi seperti ini situasi Papua seperti api dalam sekam, setiap saat bisa muncul dan berkobar," kata anggota Komisi III DPR, Sufmi Dasco Ahmad.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya