Hari Santri Diperingati dengan Unik di Malang

Seorang santri putri membagikan makanan dalam nampan dalam kegiatan talaman memperingati Hari Santri Nasional di Malang, Jawa Timur, pada Sabtu, 22 Oktober 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Lucky Aditya

VIVA.co.id - Hari Santri Nasional diperingati dengan apel akbar oleh lebih lima ribu santri di Malang, Jawa Timur, pada Sabtu, 22 Oktober 2016. Apel akbar dipusatkan di Museum Brawijaya, Kota Malang.

Izin Menginap di Kantor Polisi, Pria Tuban Ini Ternyata Baru Membunuh Istrinya

Momentum itu diperingati juga dengan berbagai kegiatan, di antaranya upacara bendera, ceramah dari para kiai. Satu kegiatan yang dianggap unik dan menarik ialah talaman, yaitu makan bersama dalam satu wadah.

Talaman hanya dapat dijumpai di pesantren. Menunya sederhana: nasi dengan lauk ala kadarnya, seperti tahu dan tempe, bahkan sering tanpa sayur. Wadah yang digunakan lazimnya adalah baki, talam, atau nampan.

Kata Istana soal Kabar Jokowi Bakal Anugerahkan Satyalencana ke Gibran dan Bobby

Begitu juga dalam kegiatan talaman memperingati Hari Santri Nasional di Kota Malang itu. Menu talaman yang disiapkan tetap ala kadarnya, yakni nasi dengan lauk tempe orek dan mi goreng. Sedikit istimewa karena ada ayam goreng.

"Mereka biasa menyantap talaman karena ini memang bisa dijumpai di pondok. Talaman itu fleksibel; satu wadah bisa dimakan orang banyak, dan nilai kebersamaan di situ muncul," kata Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, Marzuki Mustamar, dalam kesempatan itu.

Buka Pendaftaran, Ini Kriteria Calon Wali Kota Malang yang Dicari PKB untuk Pilkada 2024

Marzuki juga mengingatkan bahwa peringatan Hari Santri Nasional bukan seremonial semata, melainkan ada satu pesan penting tentang semangat keagamaan dan nasionalisme. Hal itu sesuai semangat Resolusi Jihad yang dicetuskan NU pada pada 22 Oktober 1945.

"Kita ingin mewariskan tradisi kepada para santri, semangat keagamaan tidak harus ditabrakkan dengan semangat nasionalisme. Kurang apa Kiai Hasyim Ashari terhadap agamanya, namun tidak melunturkan semangat nasionalisme beliau," kata Marzuki.

Ia mengimbau para santri tak dengan mudah mengkafirkan orang lain. Begitu juga kalangan nasionalis yang beragama Islam agar tidak meninggalkan agama. Ia mencontohkan Proklamator sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno, yang sangat nasionalis namun tak meninggalkan agama. Begitu juga dengan pendiri NU, Hasyim Asy'ari, yang sangat agamis sekaligus nasionalis.

"Sehingga militansi keagamaan seseorang tidak menjadi ancaman bagi keutuhan negara, dan nasionalisme seseorang tidak melunturkan agamanya," ujar Marzuki.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya