Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK Dinilai Tak Efektif

Presiden Joko Widodo Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id – 20 Oktober 2016, Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah berjalan selama dua tahun. Selama dua tahun itu pemerintahan dinilai tidak berjalan efektif.

Barikade 98 Tegaskan Dukungan ke Erick Thohir, Ini Alasannya

Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun mengungkapkan dari awal dimulai pemerintahan Jokowi-JK sudah penuh dengan kegaduhan. Seperti kegaduhan dengan DPR, partai politik, antarmenteri, sampai kegaduhan reshuffle kabinet.

"Fakta reshuffle kabinet dua kali dalam dua tahun adalah menunjukkan kegagalan Jokowi-JK melakukan konsolidasi elit politik," kata Ubedilah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 20 Oktober 2016.

Percepat Transformasi Digital, Begini Ikhtiar Pemerintahan Jokowi

Tercatat, Presiden Jokowi melakukan pergantian pembantu presiden tersebut pertama kali dilakukan pada Agustus 2015. Ada enam menteri yang diganti. Tiga menteri koordinator dan tiga menteri yang memiliki fungsi teknis. Sementara reshuffle kabinet yang kedua dilakukan pada Juli 2016.

Ada delapan menteri yang lengser saat itu. Rentang waktu perubahan kabinet pimpinan Jokowi-JK disebut tergolong cepat jika dibandingkan dengan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Argumentasi yang muncul saat perombakan kabinet adalah kinerja kementrian dan kegaduhan antar menteri.

Survei: 65,4 Persen Publik Puas pada Pemerintahan Jokowi

"Itulah sebabnya jalannya pemerintahan tidak efektif. Secara politik fakta tersebut berdampak pada kerja-kerja kementerian yang lambat," ungkapnya.

Dia mengatakan, politik perburuhan Jokowi-JK juga merah dengan mengeluarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 yang memicu demonstrasi buruh yang terus menerus dan berpengaruh terhadap politik dan ekonomi. 

"Kesalahan-kesalahan administratif Presiden terkait surat menyurat dan lain-lain termasuk pengangkatan menteri yang berkebangsaan Amerika Serikat saat perombakan tahap dua adalah juga fakta untuk menyimpulkan bahwa rapor politik Jokowi-JK mendapat nilai merah dengan mendekati angka 6," ujar dia.

Terkait penilaian ekonomi di pemerintahan Jokowi-JK, bila rapor ekonomi diukur dengan rasio, maka rapor ekonomi dua tahun Jokowi-JK juga merah.

Berdasarkan laporan Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) menyatakan, tahun 2016 ketimpangan sudah mencapai angka 0.41- 0.45, dan jika sudah mencapai 0.5 sudah memasuki kesenjangan sosial yang berbahaya.

Pengangguran usia muda juga meningkat, misalnya ditemukan tingkat pengangguran tertinggi ternyata lulusan Sekolah Menengah Kejuruan dengan persentase 9,84 persen, meningkat dari 9,05 persen pada tahun sebelumnya.

"Dari segi utang negara, rapor juga merah. Hingga akhir September 2016, total utang pemerintah pusat tercatat Rp3 ribu triliun. Total pembayaran cicilan utang pemerintah pada Januari hingga September 2016 adalah Rp398,107 triliun, atau 82,9 persen dari pagu, atau yang dialokasikan di APBN," ujarnya.

Ia mengungkapkan meski memberi suntikan permodalan APBN tetapi pembayaran cicilan yang mencapai Rp398,107 triliun membebani APBN.

"Ini seperti gali lobang tutup lobang saja. Lebih dari itu, menunjukan inkonsistensi pemerintah terhadap janjinya sendiri yang tertuang dalam Trisakti dan Nawa Cita yang ingin mewujudkan kemandirian ekonomi," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya