Pasca Reformasi, Korupsi Rugikan Indonesia Rp205 Triliun

Ilustrasi uang suap.
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id – Sejawaran asal Inggris Prof. Dr. Peter Carey mengungkapkan dua masalah utama yang dihadapi Indonesia pasca Reformasi. Dia bilang, dalam 15 tahun terakhir dua tantangan besar Indonesia adalah masalah korupsi dan politisasi agama, yaitu menggunakan agama untuk tujuan politik.

Wow! Crazy Rich Vietnam Divonis Mati Gegara Korupsi 200 Triliun

Dalam hal urusan korupsi, Peter menyebut Indonesia telah menderita kerugian mencapai Rp205 triliun sepanjang tahun 2001-2015, namun hanya 11 persen atau Rp22 triliun yang telah diperoleh kembali melalui proses peradilan. Sayangnya, Peter tidak menjabarkan metode perhitungan kerugian negara itu, termasuk kasus korupsinya.

“Jumlah yang hilang ini setara dengan seluruh anggaran untuk pembangunan 871 kilometer jalan tol dan jalan baru,” kata Peter Carey dalam International Conference on Southeast Asia Studies, di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Jumat, 14 Oktober 2016.

Biar Gak Semakin Hancur, Pakar Kesehatan Mental Sarankan Ini pada Sandra Dewi

Korupsi terbesar di Indonesia, menurutnya, ada di lingkungan instansi pemerintah dan korporasi. Dia menilai cara paling efektif untuk memberantas perilaku ini adalah dengan menghilangkan mentalitas permisif terhadap korupsi di masyarakat.

"Apa yang dihadapi Indonesia saat ini mirip dengan yang dialami Inggris pada abad ke-18, di mana pemerintah menghadapi lembaga negara yang korup dan berupaya menciptakan kondisi pemerintah yang efektif dengan melakukan administrasi modern, agara menghindari praktik korupsi," jelasnya.

Pakar Kesehatan Mental Soroti Kondisi Sandra Dewi: Pasti Kena Mentalnya

Pada kesempatan ini, Ketua panitia ICSEAS Dr. Pujo Semedi, mengatakan konferensi ini menawarkan beragam ide untuk membuka keragaman alternatif riset yang dapat dikembangkan para peneliti di Asia Tenggara. 

Menurut Pujo, perjalanan panjang Asia Tenggara yang melewati transisi dari masa kolonial hingga terbebas dari penjajahan, menawarkan ragam pengetahuan yang dapat digali lebih lanjut. 

“Para peneliti ini turut menyumbangkan kontribusi dalam isu-isu yang berkembang di Asia Tenggara,” katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya