KPK: Penetapan Siti Fadilah Tersangka Sesuai Prosedur

Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVA.co.id – Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaskan penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari sudah sesuai dengan prosedur.

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Siti ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan kesehatan (Alkes) I pada pusat peanggulangan krisis departemen kesehatan dari dana Daftar Isian Pelakasanaan Anggaran (DIPA) revisi anggaran tahun 2007. Penetapan tersangka ini kemudian digugat oleh Siti Fadilah melalui praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Penetapan tersangka atas nama pemohon telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Indah Oktianti Sutomo, anggota tim biro hukum KPK, saat sidang di ruang sidang tiga Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa 11 Oktober 2016.

KPK Periksa Keponakan Surya Paloh

Menurut Indah, penetapan tersangka sudah berdasarkan pasal 44 Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). KPK dalam melakukan penyelidikan diisyaratkan selain menemukan peristiwa pidana juga menemukan bukti permulaan yang cukup untuk dinaikkan ke tahap penyidikan.

Selain itu, Indah menuturkan terkait bukti permulaan yang cukup dalam menetapkan Siti sebagai tersangka, telah diawali dengan perkara tindak pidana korupsi yang sama dengan terdakwa Rustam Syarifuddin Pakaya. Keterlibatan Siti dinilai telah terungkap dalam perkara yang saat ini sudah berkekuatan hukum tetap itu.

KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim

Fakta yang telah terungkap dalam persidangan itu kemudian dijadikan pertimbangan dalam putusan perkara tersebut, diperoleh fakta hukum adanya dugaan peran atau keterlibatan pemohon.

"Dengan demikian, sudah jelas bahwa permohonan pemohon praperadilan mengenai penetapan tersangka yang tidak sah, adalah tidak benar dan tidak berdasar sehingga permohonan sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard)," ucap Indah.

Selain itu KPK juga membantah dalil pemohon, yang pada intinnya menyebut KPK telah mengeluarkan surat perintah penyidikan sebanyak dua kali, pada 2014 dan 2015.

"Dalil pemohon yang menyatakan termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka sebanyak dua kali dengan didasarkan pada dua Surat Perintah Penyidikan adalah dalil yang menyesatkan dan tidak benar karena Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik-12A/01/05/2015 adalah merupakan surat perintah untuk menambah nama-nama penyidik yang membantu penyidik sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-50/01/11/2014 tanggal 13 November 2014 untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Pemohon, dan bukan untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka untuk kedua kalinya," ucapnya.

Selain itu, terkait dalil yang pada intinya pemohon, sebagai pejabat negara tidak pernah menerima hadiah atau janji dari siapapun yang ada hubungannya dengan pekerjaan apalagi proyek Kementerian Kesehatan. Menurut KPK hal itu sudah masuk ke pokok perkara yang pembuktiannya harus dibuktikan dalam persidangan pokok perkaranya pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sebab, menurut tim biro hukum KPK, ruang lingkup praperadilan tidak boleh memasuki ruang lingkup pokok perkara.

"Dengan demikian, permohonan pemohon praperadilan diajukan sudah memasuki pokok perkara, sehingga permohonan sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard)," ujar Indah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya