Alasan Program e-KTP Kalah Sukses Dibanding Tax Amnesty

Blanko kosong e-KTP sebelum diisi dengan data warga.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

VIVA.co.id – Ombudsman RI menilai, realisasi program kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) jauh lebih sulit dibandingkan dengan program tax amnesty. Alasannya, program e-KTP melibatkan seluruh elemen pemerintahan mulai dari pusat hingga daerah yang tidak vertikal, beda dengan kantor pajak yang vertikal atau satu garis koordinasi meski pusat dan daerah.

Pertanyakan Program Tax Amnesty, Mahfud MD: Enggak Jelas Hasilnya!

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrullah membenarkan hal tersebut. Belum vertikal-nya antara Ditjen Dukcapil dengan dinas-dinas Dukcapil di daerah diakuinya membuat komando dari pusat ke bawah tidak sinkron.

"Secara kelembagaan dinas dukcapil kabupaten/kota belum vertikal dengan Kemendagri (Ditjen Dukcapil) ini yang masih jadi masalah sehingga komandonya belum bisa satu," kata Zudan melalui pesan singkat, Selasa, 11 Oktober 2016.

Kemenkeu Tegaskan Tidak Akan Ada Program Pengampunan Pajak Lagi

Zudan menegaskan, bahwa Ditjen Dukcapil sangat berbeda dengan Ditjen Pajak. "Ditjen pajak vertikal penuh, Ditjen Dukcapil dengan Dinas Dukcapil itu separuh-separuh," ujar dia.

Imbasnya, kata Zudan, banyak ditemui standar aturan antara pusat dengan daerah berbeda-beda. Misal, ada daerah yang sudah menghapus surat pengantar dari RT/RW untuk melakukan perekaman di kecamatan, tapi ada juga daerah yang masih menggunakan aturan tersebut, dengan dalih masih ada peraturan daerah setempat yang mengaturnya.

DJP Tegaskan Tax Amnesty Jilid II Ditegaskan Tak Langgar Aturan Pajak

"Pada hakikatnya dinas dukcapil adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), satu sisi tunduk aturan wali kota, sisi lainnya tunduk dengan aturan Menteri Dalam Negeri. Jadi ini masih setengah-setengah," ujar dia.

Dari sisi pendanaan juga kata Zudan, masih setengah-setengah, antara tanggungan pemerintah pusat dengan daerah, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Makanya ketika Mendagri memerintahkan tidak perlu surat pengantar, bupati/wali kota mengatakan perda-nya masih ada, jadi ikuti perda-nya dulu sampai dihapuskan perda-nya. Ini beberapa daerah menerapkan itu tapi menurut pemantauan kami sudah jauh lebih banyak melakukan surat edaran menteri memotong jalur yang ada tadi," ujarnya menambahkan.

Diketahui, sampai dengan 29 September 2016 lalu baru 92,3 persen penduduk Indonesia yang sudah melakukan perekaman e-KTP atau setara dengan 168,5 juta penduduk. Masih kurang 9,700 juta penduduk atau 7,7 persen penduduk yang harus melakukan perekaman e-KTP.

Sementara, pencapaian tax amnesty di periode pertama yang berlangsung sejak Juli hingga 30 September 2016 melebihi target yang dipatok pemerintah. Total dana WNI yang dibawa balik ke Indonesia (repatriasi) mencapai Rp137 triliun. Sedangkan total uang tebusan yang masuk mencapai Rp97,2 triliun atau lebih 50 persen dari target Rp165 triliun hingga 31 Maret 2017.

Berdasarkan surat pernyataan harta (SPH) yang masuk deklarasi harta mencapai Rp3.620 triliun. Rinciannya, deklarasi harta dalam negeri tembus Rp2.532 triliun. Sedangkan deklarasi harta luar negeri mencapai Rp 951 triliun. Kemudian, Repatriasi mencapai Rp137 triliun.

Sedangkan untuk total uang tebusan, berdasarkan SPH yang diterima Ditjen Pajak, mencapai Rp89,1 triliun. Mayoritas uang tebusan berasal dari wajib pajak (WP) orang pribadi non UMKM. Rinciannya, uang tebusan WP orang pribadi non UMKM mencapai Rp76,6 triliun. Kemudian, uang tebusan dari WP badan non UMKM sebesar Rp9,7 triliun.

Berikutnya, uang tebusan dari WP orang pribadi UMKM sebesar Rp2,63 triliun, dan WP badan UMKM Rp180 miliar. Sedangkan realisasi uang tebusan yang sudah dibayar ke bank berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP), telah mencapai Rp97,2 triliun.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya