Damayanti Sebut Ketua Komisi V DPR Otak Suap Dana Aspirasi

Sidang lanjutan perkara korupsi anggota DPR, Damayanti Wisnu Putranti.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA.co.id – Anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti menyebut Ketua Komisi V Fary Djemi Francis adalah pelaku utama kasus dugaan suap penyaluran program aspirasi untuk proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Melalui penasihat hukumnya Wirawan Adnan, Damayanti mengaku siap membeberkan peran Fary kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kuasa Hukum Sebut Harvey Moeis Tidak Akan Ajukan Praperadilan

"Secara spesifik atasannya Damayanti kan Ketua Komisi V. Jadi, kami akan mengarahnya ke sana (Ketua Komisi V), agar ditindaklanjuti KPK nanti," kata Adnan usai sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 26 September 2016.

Sejumlah pimpinan Komisi V DPR juga telah diperiksa KPK termasuk Fary Djemi Francis. Begitu juga dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Ramal Sandra Dewi dan Harvey Moeis, Hard Gumay: Pokoknya Selesai

KPK sendiri telah memiliki modal kuat mengusut dugaan keterlibatan para pimpinan dan Ketua Kelompok Fraksi dan para petinggi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait kasus ini. Sebab, dugaan keterlibatan mereka masuk fakta hukum majelis hakim saat memutus Damayanti Wisnu Putranti.

"Putusan Majelis Hakim menyebutkan ada keterlibatan beberapa pihak lain. Itu yang akan kami dalami. Termasuk dari keterangan (Damayanti mengenai rapat setengah kamar) itu kami akan mendalami," kata Jaksa KPK, Ronald Worotikan usai sidang vonis Damayanti.

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Periksa Pegawai Kementerian ESDM

Selain itu, Damayanti juga ditetapkan majelis hakim sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum dalam membongkar kasus ini.  Dalam persidangan, Damayanti pernah membeberkan bahwa pimpinan Komisi V DPR mengancam tidak akan menandatangi RAPBN yang diajukan Kemen PUPR jika tidak menampung permintaan Komisi V DPR terkait usulan aspirasi Rp10 triliun.

"Pimpinan tidak mau melanjutkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian (PUPR)," kata Damayanti diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 15 Agustus 2016.

Karena itu, kata Damayanti, terjadilah kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dan pejabat Kementerian PUPR.  
Rapat itu hanya dihadiri Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Fary Djemi Francis, Wakil Ketua Komisi V DPR Fraksi Demokrat Michael Wattimena, Wakil Ketua dari Fraksi PDIP Lasarus, Wakil Ketua Fraksi PKS Yudi Widiana dan Wakil Ketua Fraksi Golkar Muhidin Mohamad Said.

Sementara Kapoksinya dari Fraksi Gerindra Muhammad Nizar Zahro, dari Fraksi PPP, Epriadi Asda, Fraksi Hanura Fauzi H Amro, dari Fraksi PKB Muza Zainuddin, dari Fraksi PAN Andi Taufan Tiro dan dari PDIP Yoseph Umar Hadi, serta pejabat eselon I Kementerian PUPR, yang salah satunya yakni Sekjen Kemenpupera Taufik Widjojono.

Damayanti menjelaskan, awalnya pimpinan dan Kapoksi meminta kompensasi fee Rp10 triliun. Hal itu dikarenakan Kemen PUPR mendapatkan anggaran Rp100 triliun. Tetapi Kemen PUPR tidak menyetujui angka Rp10 triliun itu, sehingga diturunkan menjadi Rp7 triliun, kemudian turun lagi menyentuh Rp5 triliun. Hingga akhirnya disepakati Rp2,5 triliun di pos Ditjen Bina Marga Kemen PUPR.

Dalam pertemuan tertutup tersebut, kata Damayanti juga ditentukan fee atau kompensasi yang akan diperoleh setiap anggota Komisi V. Setiap anggota dikatakan memiliki jatah aspirasi Rp50 miliar, Kapoksi memiliki jatah Rp100 miliar, sementara pimpinan Komisi V mendapat jatah hingga Rp450 miliar. Damayanti mengatakan, setiap anggota Komisi V mendapat jatah proyek, nilainya ditentukan pimpinan komisi dan Kapoksi.

Dalam kasus ini, KPK pun telah menjerat anggota Komisi V Budi Suprianto dan Andi Taufan Tiro.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya