KPK Ungkap Kendala Pengusutan Kasus Century dan BLBI

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan belum ada penutupan kasus Century dan BLBI. Namun, KPK mengakui ada sejumlah kendala dalam pengusutan kasus itu. Yang jelas menurut KPK, kendala itu tetap membuat mereka bekerja menindaklanjuti kasus itu.

Pemerintah Nyaris Kehilangan Lagi Buronan Maria Pauline

"Ada beberapa kendala (kasus Century). Salah satunya itu saksi kuncinya dua orang meninggal dunia," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 21 September 2016.

Mengenai kasus BLBI, Laode mengatakan KPK sudah pernah memanggil sejumlah saksi untuk mengusut ini lagi. Namun lagi-lagi, ada hambatan yang memperlambat pengusutan kasus ini.

Buru Buronan BLBI Sjamsul Nursalim, KPK Gandeng Interpol 

"Salah satu kesusahan kasus BLBI itu adalah bukti-bukti yang didapat itu hampir semuanya fotocopy," terang Laode.

Laode mengatakan, keaslian suatu barang bukti dapat diragukan di pengadilan nanti. Karena itu KPK tidak cukup hanya mengandalkan bukti fotocopy itu.

Video Buronan Kasus Bank Century Ditangkap saat Makan di Restoran

"Kami sedang berupaya mencari bukti-bukti otentik lainnya," kata dia.

Kasus pengucuran dana talangan Rp6,7 triliun ke Bank Century (kini Bank Mutiara) dan kasus BLBI kembali menjadi polemik panas. Muncul tudingan bahwa KPK telah menutup buku dua kasus yang menghebohkan itu.

KPK membantah seraya menegaskan bahwa dua kasus itu masih berjalan. Penegasan itu disampaikan Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi awak media soal kebenaran pemberhentiaan di salah satu media nasional yang menyebutkan bahwa pimpinan KPK mengatakan dua kasus kakap itu dihentikan.

"Tidak ada pernyataan Pimpinan KPK penghentian kasus SKL BLBI dan Bank Century. Jadi sampai saat ini (proses penyelidikan dan penyidikan dua kasus tersebut) masih dilakukan," kata Yuyuk di kantornya, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 16 September 2016.

Untuk diketahui, kasus Century telah diusut KPK sejak tahun 2012. Dalam kasus ini, baru Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa, Budi Mulya yang telah diseret ke pengadilan.

Budi dijatuhi vonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor. Belakangan, putusan kasasi MA memperberat hukumannya menjadi 15 tahun penjara.

Dalam amar putusan, Budi Mulya disebut bersama-sama sejumlah pihak turut menyalahgunakan kewenangan dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Sejumlah pihak itu di antaranya mantan Wakil Presiden Boediono yang ketika itu menjabat Gubernur Bank Indonesia, dan Raden Pardede yang saat itu menjabat Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Namun, hingga kini, KPK belum juga menindaklanjuti putusan MA yang menyebut pihak lain yang terlibat kasus ini.

Kasus pemberian FPJP itu merugikan negara Rp689 miliar. Sedangkan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, membuat negara menelan kerugian sebesar Rp6,762 triliun.

Sementara kasus SKL BLBI  diselidiki KPK sejak 2013. Tiga tahun penyelidikan SKL yang diterbitkan pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri sebagaimana tertuang dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10 ini belum juga naik ke tahap penyidikan.

Padahal, KPK pada era Pimpinan Abraham Samad cs sudah meminta keterangan sejumlah pihak. Antara lain Menko Bidang Perekonomian era Presiden Abdurahman Wahid, Rizal Ramli,  Menteri BUMN era Megawati Soekarnoputri, Laksamana Sukardi, serta Menko Perekonomian era Megawati Soekarnoputri, Dorodjatun Kuntjoro Jakti.

SKL itu berisi pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya. Hal itu berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, atau yang lebih dikenal dengan Inpres tentang release and discharge.

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat krisis moneter tahun 1998. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan, dari dana BLBI itu, negara dirugikan sebesar Rp138,4 triliun atau 95, 878 persen. Sementara, audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menemukan penyimpangan sebesar Rp54,5 triliun dari 42 bank penerima BLBI.

BPKP menyimpulkan, Rp53,4 triliun dari penyimpangan itu terindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya