Ketua Komisi V DPR Dicecar KPK Soal Fee Proyek Jalan

Ketua Komisi V DPR, Fary Djemi Francis, usai diperiksa KPK.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Edwin Firdaus

VIVA.co.id – Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Fary Djemi Francis, mengaku dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penerimaan fee sejumlah legislator atas alokasi dana aspirasi anggota Komisi V DPR. Tapi, detailnya Fary enggan menjabarkan.

Bupati Halmahera Timur Segera Diadili

"Saya sudah sampaikan (bagi-bagi uang) itu, silakan tanya KPK saja," kata Fary usai menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 21 September 2016. 

Tak cuma itu, Fary juga mengaku ditanyai penyidik soal dugaan rapat setengah kamar antara Pimpinan Komisi V DPR, bersama para petinggi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Rapat itu disebut-sebut menghasilkan komitmen fee yang diterima anggota Komisi V karena mengalokasikan dana aspirasi mereka. Sayangnya, lagi-lagi Fary berdalih telah dia disampaikan kepada penyidik KPK.

KPK Jadwal Ulang Pemeriksaan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono

"Sudah saya sampaikan, tanya KPK saja," ujarnya mengelak.

Saat dikonfirmasi mengenai ancaman dari pimpinan Komisi V bila Kementerian PUPR tak memberikan jatah, Fary baru angkat bicara. Dia membantah ada ancaman seperti itu dari pihaknya ketika rapat bersama. "Enggak ada itu, enggak ada," ujarnya lalu bergegas masuk ke dalam mobil.

Kasus Suap Proyek Jalan, KPK Tahan Bupati Halmahera Timur

Untuk diketahui Fary hari ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Taufan Tiro. Sebelumnya, dalam persidangan, anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti pernah menyebut ada rapat setengah kamar di komisinya. Rapat setengah kamar itu merupakan rapat tertutup antara pimpinan Komisi V DPR dan Kementerian PUPR. Rapat tersebut membahas soal dana aspirasi.

Damayanti menyebut, ada 'jual-beli' dana aspirasi dalam rapat tertutup tersebut. Dugaan 'jual-beli' itu maksudnya, jika keinginan pimpinan Komisi V soal pagu anggaran dana aspirasi ditolak Kementerian PUPR, maka pimpinan Komisi V tidak akan menyetujui Rancangan APBN yang diajukan kementerian tersebut. Sebaliknya jika diterima, maka RAPBN mereka akan dimuluskan.

Dari situ muncul dugaan mengenai adanya pembagian jatah nilai pagu anggaran yang bisa dinegosiasikan Komisi V DPR untuk program aspirasi. Kata Damayanti, anggota Komisi V mendapat jatah sebesar Rp50 miliar. Ketua Kelompok Fraksi Komisi V dapat jatah Rp100 miliar, dan pimpinan Komisi V sebanyak Rp450 miliar.

Damayanti mengungkapkan, rapat tertutup itu juga dihadiri Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjojono, serta Kabiro Perencanaan dan Anggaran Hasanuddin. Sedangkan dari pihak pimpinan Komisi V, yakni Kapoksi Hanura Fauzi Amroh, Kapoksi PKB Mohamad Toha, Wakil Ketua Komisi V DPR Lazarus dan Michael Wattimena, serta Ketua Komisi V Fary Djemy Francis.

"Kalau anggota Komisi V tidak dilibatkan dalam rapat tertutup itu," ujar Damayanti di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Untuk diketahui, Andi Taufan bersama Amran telah dijerat dan dijebloskan ke dalam Rumah Tahanan KPK beberapa waktu lalu. Pada kasus ini sejumlah anggota Komisi V DPR diduga telah menerima suap dari pengusaha.  Suap diberikan agar para anggota DPR itu menyalurkan program aspirasinya untuk pembangunan jalan.

KPK sejauh ini telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan ini. Tiga di antaranya merupakan Anggota Komisi V DPR. Mereka adalah Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar, dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Ketiganya diduga menerima komisi hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Sementara tersangka lainnya merupakan Amran HI Mustary, Abdul Khoir serta dua rekan Damayanti, Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini.

Abdul Khoir telah divonis bersalah, dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan. Khoir didakwa bersama-sama memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah Anggota Komisi V. Uang suap yang diberikan Abdul mencapai Rp21,38 miliar, serta mata uang asing senilai SGD1,67 juta dan US$72,7 ribu. Jika dikalkulasi berdasarkan nilai rupiah saat ini, jumlahnya mencapai Rp17,7 miliar.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya