Sutiyoso Ungkap Kelemahan BIN

Kepala BIN Sutiyoso.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso menyampaikan informasi penting kepada Kepala BIN yang baru, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, terkait kondisi terkahir di lembaga telik sandi negara tersebut.

Putra Kepala BIN Jadi Ketum Sayap Pemuda PDIP, Begini Sosoknya

Menurut Sutiyoso, kondisi BIN saat ini jauh dari kata ideal. Padahal, banyak pekerjaan yang membutuhkan kecepatan dan tingkat akurasi yang tinggi.

"Personelnya 50 persen saja tidak ada, dan itu semua sudah saya beri informasi ke BG agar ke depan terus dilengkapi," kata Sutiyoso saat menghadiri rapat kabinet paripurna, di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 9 September 2016.

Kepala BIN Ngurusi Esports, Demi Kepentingan Bangsa

Sutiyoso mengingatkan tantangan BIN ke depan sangat kompleks. Dengan agenda pemerintah yang sangat padat, BIN membutuhkan banyak personel. Ia berharap Budi Gunawan mampu memenuhi kebutuhan personel BIN.

"Personel itu untuk menghadapi Pilkada 2017 ini harus mendekati 50 persen. Lihat saja lembaga atau kementerian mana yang kekuatannya 50 persen?," ujarnya.

Dituduh Terima Suap Agar Tak Kritik Jokowi, HMI Akan Lapor Polisi

Kelemahan BIN lain yang dipaparkan Sutiyoso kepada Budi Gunawan adalah soal Arcandra Tahar. Di mana Arcandra dilantik oleh Presiden Jokowi pada 27 Juli 2016, tetapi beberapa hari berselang baru diketahui kalau dia mempunyai kewarganegaraan ganda.

"Misalnya soal kasus Arcandra, kita harus tahu BIN bisa," kata Sutiyoso.

Sebagaimana diketahui, paripurna DPR telah menyetujui pencalonan Budi Gunawan sebagai Kepala BIN menggantikan Sutiyoso. Persetujuan DPR dilakukan setelah Budi Gunawan menjalani uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi I DPR pada 7 September 2016 dengan agenda penyampaian visi misi calon Kepala BIN, pandangan fraksi-fraksi dan pengambilan keputusan.

Komisi I DPR memutuskan Komjen Budi Gunawan patut dan layak menggantikan Sutiyoso sebagai Kepala BIN. Hasil pembahasan itu dilaporkan dalam rapat paripurna DPR pada 8 September 2016 seraya mengharapkan agar rapat paripurna itu bisa memberikan persetujuan. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya