Jokowi Didesak Minta Maaf pada Semua Korban Tragedi 1965

Para korban tragedi 1965 di Komnas HAM beberapa waktu lalu
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki

VIVA.co.id - Sejumlah keluarga korban dari tragedi 1965 mendatangi Kantor Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jakarta, Kamis, 25 Agustus 2016. Kedatangan mereka adalah untuk mempertanyakan mengenai penyelesaian tragedi yang terjadi lebih dari 50 tahun yang lalu tersebut.

Jokowi Resmikan 147 Bangunan yang Direhabilitasi Pasca Gempa di Sulawesi Barat

Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 65, Bedjo Untung, yang turut hadir, menyebut perwakilan langsung ditemui oleh Ketua Wantimpres, Sri Adiningsih serta anggota Wantimpres, Sidarta Danusubrata.

"Kehadiran kami dalam rangka mempertanyakan beberapa hal terkait solusi pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) tahun 65," kata Bedjo.

MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Jokowi Ajak Semua Bersatu Bangun Bangsa dan Hadapi Geopolitik

Bedjo menuturkan, pada pertemuan itu, sempat disinggung mengenai putusan Mahkamah International People's Tribunal (IPT) yang menyatakan Pemerintah lndonesia bersalah telah melakukan kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965.

Kejahatan kemanusiaan itu di antaranya: pembunuhan, penculikan, penahanan, pemenjaraan, pemerkosaan, perampokan, penyiksaan, perbudakan, kampanye kebencian, serta genosida.

Hakim Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Jokowi: Paling Penting Tuduhan Politisasi Bansos Tak Terbukti

"Keputusan internasional tidak bisa diabaikan karena terkait keputusan hakim yang punya kredibilitas. Kami minta rekomendasi IPT ditindaklanjuti pemerintah," ujar Bedjo.

Terkait hal tersebut, YPKP 65 mendesak Presiden Joko Widodo untuk meminta maaf kepada semua korban, keluarga korban, dan para penyintas tragedi 1965.

"Presiden selaku pemimpin harus meminta maaf," ujar dia.

Selain itu, Jokowi juga didesak untuk segera mencabut Keputusan Presiden Nomor 28/Tahun 1975, yang disebut Bedjo, telah dibatalkan Mahkamah Agung. Keppres itu dinilai perlu dicabut lantaran menjadi pijakan hukum pemerintah Orde Baru dalam membuat klasifikasi tahanan politik secara melawan hukum, memberhentikan PNS, guru dan tentara karena diduga terlibat Gerakan 30 September.

"Kami mendesak Presiden Jokowi berani membatalkan Keppres Nomor 28 Tahun 75 yang sudah dibatalkan MA. Dalam diktum diminta Presiden batalkan, mencabut. Ini sama sekali belum, dari zaman Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)," tutur dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya