Solusi Anambas Adalah Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata

Kepulauan Anambas, Riau.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Menteri Pariwisata Arief Yahya sangat tegas, lugas dan jelas, menyebut solusi tercepat Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau adalah KEK Pariwisata! Tidak ada pilihan yang lebih seksi daripada, Kawasan Ekonomi Khusus seperti saat memutuskan untuk membangun kawasan Nusa Dua, Bali itu. Dengan KEK, maka investor akan masuk, infrastruktur pemerintah juga masuk, insentif fiskal dan pajak, dan cepat membuat daerah itu hidup.

Pembangunan Jalan Kelok 18 di Jalur Lingkar Selatan akan Berdampak ke Pariwisata Gunungkidul

“Saat ini sedang dibangun akses, berupa airport agar bisa didarati pesawat-pesawat komersial,” ujar Menpar Arief Yahya, dalam Diskusi Publik “Formulasi Strategi Kebijakan Pengembangan Wilayah Batam dan sekitarnya, sebagai Wilayah Berdaya Saing Tinggi secara Ekonomi yang diinisiasi Bank Indonesia (BI) beberapa waktu lalu.

Lokasi Anambas itu sendiri lebih menjorok ke utara, arah Laut Cina Selatan, dekat dengan Pahang dan Terengganu, Malaysia. Jika dibuat direct flight, juga paling dekat dengan Ho Chi Mihn-Vietnam, Bangkok-Thailand, Kamboja, Laos dan kota-kota di semenanjung Malaysia. Setelah airport jadi, maka Anambas perlu dibangun CIQP–Costume, Immigration, Quarantine, Port sendiri.

Tingkatkan Kualitas SDM Tenaga Kerja Indonesia, Kemnaker Gelar Business Meeting Sektor Pariwisata

“Dengan begitu, wisatawan mancanegara bisa langsung terbang dan dilayani di Anambas. Tidak perlu mampir dulu ke Batam atau Bintan, baru terbang lagi ke Anambas. Terlalu jauh, lebih dari 150 mill, bisa 8 jam dengan perahu cepat,” kata Arief Yahya.

Lokasinya relatif jauh, dengan 3A dalam rumus destinasi yang diciptakan Menpar Arief Yahya itu juga masih lemah, terutama Akses dan Amenitas. Hambatan infrastruktur sangat mendasar.

Siap Mendunia, Bohemia Fashion Week Pertemukan Desainer Lokal Bali dengan Rusia dan Armenia

“Kalau soal atraksi alam, dengan wisata baharinya sangat bagus, berani bersaing dan sudah level dunia. Saya tidak merasa khawatir akan keindahan terutama baharinya,” jelas Arief Yahya sambil menampilkan slide bergambar Pulau Jemaja.

Mantan Dirut PT Telkom ini membagi atraksi wisata bahari menjadi tiga kategori besar. Pertama, coastal zone atau wisata bentang pantai. Anambas memiliki banyak pulau yang memiliki hamparan pasir putih yang indah. Sudah bisa ditebak, pasir putih itu pasti tercipta oleh butiran pulau karang yang tergerus ombak lalu hanyut terdorong ombak ke tepian.

“Banyak pulau-pulau jika dilihat dari udara itu seperti terbungkus beberapa layers, dari warna putih, bening, biru muda, baru birunya laut,” kata Arief Yahya.

Kedua, under water atau wisata bawah laut yang menjadi objek wisata selam atau diving dan snorkeling, mengapung di permukaan, sambil membenamkan separoh kepala ke dalam air. Orang sudah bisa melihat dengan sangat jelas, segala macam biota dan jenis ikan yang beragam dalam habitat yang sangat hidup.

Ketiga, sea zone atau wisata antarpulau yang biasa menjadi objek para yachters dari satu pulau ke pulau yang lain. “Saya bawa dua orang ini untuk membantu Wisata Bahari yang bakal dikembangkan Kepri, yakni motivator ternama Tung Desem Waringin dan Sudirman Saad, mantan Dirjen Pulau-Pulau Kecil Kemen-KKP. Mereka akan membantu dari capaian wisman 2 juta setahun, menjadi 3 juta setahun, naik 50 persen,” jelas Arief Yahya.

Dalam bahasa yang sangat gamblang, Menteri Pariwisata yang dipercaya Presiden Joko Widodo ini menyebut bahwa pariwisata adalah penyumbang PDB, devisa dan lapangan kerja yang paling mudah dan murah.

“Kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional atau product domestic bruto adalah 10 persen, dan itu nominalnya tertinggi di ASEAN. Jarang-jarang kita punya angka tertinggi di ASEAN dalam hal yang positif seperti ini,” kata Arief Yahya.  

Menurutnya, PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8 persen dengan trend naik sampai 6,9 persen. Itu artinya jauh lebih tinggi daripada industri agriculture, manufacture otomotif dan pertambangan. Devisa pariwisata USD1 juta, menghasilkan PDB USD1,7 juta atau 170 persen, tertinggi dibandingkan dengan  industri lainnya.

“Kalau pejabat sering pidato itu, istilahnya pariwisata memiliki multiplying effect yang besar, angkanya sampai 1,7 kali,” jelasnya.

Begitu pun devisa. Peringkat ke-4 penyumbang devisa nasional, adalah pariwisata. Angkanya sebesar 9,3 persen dibandingkan industri lainnya. Pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata tertinggi, yaitu 13 persen, dibandingkan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang turun drastis.

“Biaya marketingnya, juga cuma 2 persen dari proyeksi devisa yang dihasilkan. Ini sangat kecil dibandingkan dengan pertambangan!” ujarnya.

Dia mencontohkan lapangan gas Blok Masela yang akan dibangun kilang di darat (onshore). Untuk eksplorasi saja sudah membutuhkan 8 tahun. Itu artinya, investasi saat ini, dapat devisanya 8 tahun lagi.

“Sudah harga minyak dunia turun? Dari USD100, menjadi USD50, turun lagi sekarang tinggal USD36 per barel. Gaduhnya juga luar biasa,” kata Arief memberi contoh.

Diskusi itu juga diikuti oleh Gubernur BI Agus Martowardjojo, Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, Menpan RB Asman Abnur, Gubernur Kepri Nurdin Basirun, Wagub Sumbar Nasrul Abit, dan Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro. Saat Rakor, Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi.  

Bagaimana dengan ketenagakerjaan? Ini penting, karena pengangguran di negeri ini masih 7,5 juta orang. Pariwisata menyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau sebesar 8,4 persen secara nasional. Itu artinya menempati posisi ke-4 dari seluruh sektor industri. Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata tumbuh 30 persen dalam kurun waktu 5 tahun. “Pariwisata juga pencipta lapangan kerja termurah, hanya dengan USD5.000/satu pekerjaaan, dibanding rata-rata industri lainnya sebesar USD100.000/satu pekerjaan," kata Arief Yahya. (webtorial)              

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya