Mahfud MD Sebut Pengangkatan Arcandra Tahar Cacat Hukum

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menganggap pengangkatan Arcandra Tahar menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) oleh Presiden Jokow Widodo, pada tanggal 27 Juli 2016, merupakan kebijakan yang sah. Namun, cacat hukum dalam penerapannya. 

Demokrat: Angkat Arcandra Lagi, Jokowi Bisa Dimakzulkan
"Cacat hukum itu terjadi karena melanggar Undang-Undang No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan," ujar Mahfud di kantor Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negera, Matraman, Jakarta Pusat, Senin, 22 Agustus 2016. 
 
Mensesneg Jelaskan Tanggung Jawab Menkumham soal Arcandra
Mahfud menjelaskan, pembuktian keputusan pemerintah sebagai bentuk pelaksanaan kewenangan eksekutif, merujuk pada prinsip keabsahan pemerintah atau rechmatigheid van besture. Di antaranya yakni dasar hukum wewenang, persyaratan penggunaan wewenang dan prosedur pengunaan wewenang. 
 
Alasan Kuat Arcandra Tahar Tak Layak Jadi Menteri Lagi
"Dalam kasus pengangkatan Menteri ESDM, Presiden sudah mengunakan wewenang yang sah, yaitu wewenang presiden mengangkat menteri berdasar ketentuan Pasal 17 UUD 1945. Tapi prosedur pengunaan wewenangnya membuat pengangkatan itu cacat hukum," kata Mahfud. 
 
Menurut Mahfud, penjabaran lebih jauh Pasal 17 UUD 1945 ini dituangkan dalam UU No 39 Tahun 2008  tentang Kementerian Negara, yang mengatur bahwa salah satu syarat pengangkatan menteri adalah warga negara Indonesia. Sementara, UU No 12 ?Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan juga telah menetapkan hilangnya kewarganegaraan seseorang apabila ia memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri. 
 
Karena pengangkatan tersebut cacat hukum?, ditegaskan Mahfud, pemberhentian Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM oleh Presiden pada 16 Agustus 2016 merupakan langkah yang tepat untuk meluruskan administrasi negara atau pemerintah sesuai dengan hukum yang berlaku. 
 
"Menegakkan hukum yang berlaku lebih diutamakan daripada membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan hukum meskipun diasumsikan baik apalagi masih diwacanakan secara kontroversial," ujarnya.
 
Laporan: Edwin Firdaus/ Jakarta
 
(ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya