Diperintah Presiden, Polri Bongkar Perdagangan Orang di NTT

Tersangka kasus perdagangan orang di NTT
Sumber :
  • VIVA/Syaefullah

VIVA.co.id – Badan Reserse Kriminal Polri telah menetapkan 14 orang tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Nusa Tenggara Timur. Keempat belas tersangka itu telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri.

Sindikat Perdagangan Orang di Apartemen Kalibata Terbongkar, Raup Rp 15 Juta Sekali Transaksi

Pengungkapan kasus tersebut berawal dari insiden tewasnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Yufrida Selan (19) di Malaysia, beberapa waktu lalu. TKI asal Desan Tupan, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Timur Tengah Selatan, NTT itu tewas dengan tubuh penuh jahitan.

Berbekal laporan itu, Presiden Joko Widodo langsung memerintahkan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, untuk mengusut tuntas kasus perdagangan manusia di NTT.

Temui Menko Polhukam, Benny BP2MI: Kita Yakin Beliau Bisa Sikat Praktik Perdagangan Orang

Jenderal Tito mengaku langsung menghubungi Kabareskrim Polri, dan membentuk satgas khusus untuk segera mengungkap kasus TPPO di NTT ini.

"Dalam waktu dua minggu, jaringan TPPO di NTT ini dapat diungkap," kata Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 18 Agustus 2016.

Kisah Perjalanan Para TKI Jadi Korban Kerja Paksa di Malaysia

Menurut Tito, hasil pengungkapan itu ada 14 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah dilakukan penahanan. Sejauh ini, diperkirakan sudah ada 30 korban perdagangan orang yang dilakukan oleh para tersangka tersebut.

"Segala macam modus operandinya, masalah paspor yang identitasnya palsu, kelengkapan palsu, pelanggaran imigrasi, ada yang berangkat, tetapi dokumennya disusulkan," ujar mantan Kepala BNPT ini.

Tito menegaskan, masalah di NTT sangat penting untuk ditindaklanjuti, mengingat masalah kesejahteraan masyarakat NTT relatif rendah dan tingkat pengangguran tinggi. Sehingga, masyarakat NTT mencari pekerjaan sebagai TKI di luar negeri, seperti Hongkong dan Singapura.

"Namun, ada yang diterlantarkan, tidak dibayar gajinya, dan diperlakukan seperti budak," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya