Bathoegana Berharap Belas Kasih Lapas untuk Dapat Remisi

Sutan Bathoegana, terpidana kasus gratifikasi perubahan APBN.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Sutan Bathoegana, terpidana kasus gratifikasi perubahan APBN tahun anggaran 2013 pada Kementerian ESDM era Jero Wacik, enggan mengajukan diri sebagai justice collabolator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Reaktivasi Pabrik PIM-1 Bakal Tingkatkan Produksi Pupuk Indonesia

Sutan menegaskan, meski divonis 12 tahun penjara, dia enggan memikirkan hal itu walau menjadi celah untuk mendapatkan remisi.

“Enggak (mempertimbangkan mengajukan diri sebagai justice collabolator), enggak saya. Pasti ada keadilan," ujar Sutan saat berbincang dengan wartawan di sela perayaan HUT Kemerdekaan RI di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IA Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Senin, 15 Agustus 2016.

Harga Komoditas Dunia Meroket, Kargo Batu Bara Terdongkrak Naik

Bahkan, menurut Sutan, adanya syarat justice collabolator untuk mendapatkan remisi selain dari membayar uang pengganti dan denda, seharusnya tidak perlu. Lapas, katanya, harus bisa menjadikan terpidana yang menjalani binaan dengan baik dan benar. Bagi terpidana yang menempuh itu, mendapatkan penghargaan dalam bentuk remisi.

"Kalau mau fair (adil), ya, harus dibina. Kalau enggak ada reward, bisa stres orang, bisa gantung diri," ujar mantan Ketua Komisi VII DPR RI itu.

Konflik Rusia ke Ukraina Dongkrak Harga Minyak RI

Namun, Sutan mengaku tidak akan berontak, bahkan mengharapkan belas kasih pejabat Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan remisi. "Tapi untung saja, aktivitas kita keagamaan, ya, mudah-mudahan petinggi memikirkan kita," ujarnya.

Sutan menilai masa hukuman 12 tahun penjara yang dijatuhkan Mahkamah Agung kepadanya itu tidak wajar. "Korupsi? Di mana uang negaranya? Enggak ada. Enggak adil juga. Dikasih (dihukum) dua belas tahun, membunuh ini," ujarnya berdalih.

Kepala Lapas Sukamiskin, Surung Pasaribu, mengungkapkan syarat pemberian remisi bagi terpidana kasus tindak pidana khusus, seperti korupsi, narkoba dan terorisme, diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Khusus tindak pidana korupsi, hingga kini sulit mendapatkan hak remisi karena enggan menjadi justice collabolator. "Sebenarnya itu kesadaran si terpidana. Membayar denda dan uang pengganti itu keuntungan negara, sedangkan justice collabolator itu merupakan keuntungan buat dia," ujarnya.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya