Kapolri Akui Toleransi Agama Jadi Persoalan di Indonesia

Komjen Tito Karnavian
Sumber :
  • Fajar GM/VIVA
VIVA.co.id -
AJI Minta Pemblokiran 11 Situs Diuji Pengadilan
Meski Indonesia telah merdeka 70 tahun lalu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian melihat masalah toleransi beragama masih menjadi persoalan yang kerap terjadi. ‎Selama berkarir di kepolisian, Tito memang kerap menangani beberapa kasus konflik di Tanah Air.

Rusuh Tanjungbalai, Polri Awasi Info Provokatif di Internet

Dia pun mencontohkan beberapa kasus yang terjadi lantaran toleransi beragama, mulai dari yang terbaru yakni kasus Tanjungbalai di Sumatera, kasus pembangunan gereja di Bekasi dan Duren Sawit. Di sana, pemerintah setempat sudah merestui, namun warga muslim sekitar tidak menghendaki.
Aparat Masih Jaga Ketat Vihara Tanjungbalai yang Terbakar


Selain itu, ada pula konflik yang korbannya warga muslim, yakni di Manokwari, dan Tolikara, Papua. Di wilayah tersebut memang mayoritas nasrani. Namun yang menjadi permasalahan, semua permasalahan ini mengguncang kerukunan umat beragama.


"Harusnya 70 tahun ini sudah selesai, harunya tenang, dan kerukunan umat beragama terus berjalan. Tapi kenapa terus berlanjut," kata Tito saat ditemui di ‎‎Centre for Dialogue and Cooperation among Civillsations (CDCC)‎, Menteng, Jakarta, Kamis, 4 Agustus 2016.


Tito menyatakan, saat ini, Indonesia sedang masuk dalam sistem demokrasi liberal. Perubahan ini terjadi sejak tahun 1998, saat turunnya Presiden Soeharto setelah 32 tahun memimpin.‎ Dengan sistem ini, lanjut Tito‎, tentu memperbolehkan kebebasan masyarakat dalam berekspresi, berserikat, berkumpul dan berpendapat.‎


"Nah, di tengah situasi ini semua ingin bebas, bebas ingin bicara, termasuk bebas untuk beragama dan meyakini kebebasan masing-masing. Dan itu dilindungi undang-undang," kata dia.


Hanya saja, Tito menyadari, meski Indonesia ingin menciptakan kerukanan umat beragama dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, namun kebebasan yang saat ini berlaku, rupanya memberikan ruang, kepada kelompok-kelompok lain, yang bebas mengatakan ketidaksukaannya. Maka, kelompok yang frontal mengemukanan ketidaksukaannya ini, terkadang melakukan aksi ekstrim, yang mengganggu kerukunan toleransi beragama.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya