'Muhadjir Tak Suka Sistem Pendidikan Ketinggalan Zaman'

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya
VIVA.co.id - Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Fauzan, menanggapi positif terpilihnya Muhadjir Effendy sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menggantikan Anies Baswedan. Menurutnya, Muhadjir merupakan adalah konseptor dan eksekutor yang unggul.
Marahi Anggota DPR, Menko Muhadjir: Kayak Malaikat Tanya Terus Pergi
 
"Saya yakin di seratus hari program kerjanya, akan ada perubahan di dunia pendidikan. Kami dari UMM menyarankan agar pengelolaan dunia pendidikan ke depan tidak hanya dilakukan secara parsial, namun juga diintegrasikan dengan dunia enterpreneur,” kata Fauzan di Malang pada Rabu malam, 27 Juli 2016.
Menko Muhadjir Pastikan Pasien Meninggal di Semarang Negatif Corona
 
Ia mengaku tidak kaget Muhadjir Effendy dipercaya sebagai Menteri Pendidikan. Soalnya, nama Muhadjir selalu muncul dan dirumorkan menjadi menteri setiap berkembang wacana perombakan kabinet 
Milenial Bergaya Seenaknya, Menko Muhadjir: Itu Sesat
 
Muhadjir, kata Fauzan, tak hanya berprestasi dan berdedikasi tinggi pada profesinya, tetapi juga dikenal sebagai konseptor ulung sekaligus pelaksana gagasan yang bersemangat. Dia mencontohkan perguruan tinggi UMM yang diklaim sebagai minatur pendidikan ideal Indonesia itu adalah bagian dari hasil kerja Muhadjir.
 
Selama menjabat menjadi Rektor UMM, Muhadjir dikenal sebagai seorang yang gemar melakukan pembaruan sistem pendidikan. “Beliau tidak suka sistem pendidikan yang ketinggalan zaman. Saya yakin beliau bisa membawa sistem pendidikan di Indonesia lebih baik dan tidak ketinggalan zaman,” kata Fauzan.
 
Muhadjir juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang humanis serta memiliki komitmen kerja berkualitas dan mengejar prestasi. Ia pun meyakini Muhadjir sanggup menjalankan tugas barunya sebagai Menteri.
 
Selain itu, ia berharap Muhadjir segera melakukan perubahan manajemen pendidikan. Pendidikan harus bersih dari unsur politik. "Pendidikan tidak boleh dijadikan komoditas politik, karena berdampak pada psikologi dan sosial yang luar biasa," katanya. (ase)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya