Pemerintah Diminta Selesaikan Polemik Draf RUU Terorisme

Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin.
Sumber :
  • Antara/ Ujang Zaelani

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanuddin meminta pemerintah memprioritaskan penyelesaian perbedaan pendapat di internal terkait keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme, sebelum mengajukan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ke DPR.

UU Antiterorisme Disahkan, Polisi Tak Bisa Lagi Cari Alasan

Hasanuddin mengemukakan, perbedaan pendapat itu antara TNI dan Polri terkait dengan pasal yang memasukkan keterlibatan TNI untuk menindak dan menanggulangi aksi terorisme. "Perbedaan ini menunjukkan bahwa draf RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang diajukan pemerintah ke DPR belum final," kata Hasanuddin melalui pesan elektronik, Selasa, 26 Juli 2016.

Hasanuddin heran dengan adanya perbedaan yang menjadi polemik. Padahal pembahasan draft regulasi RUU itu sudah memakan waktu yang cukup lama oleh pemerintah. "Kini RUU itu sudah dikirim ke DPR dengan amanat presiden (Ampres)," ujarnya.

UU Terorisme Disahkan, Aparat Diminta Lebih Akuntabel

Berdasarkan masukan-masukan yang diterima, Panitia Khusus (Pansus) RUU tentang Tindak Pidana Terorisme melihat masih adanya polemik di masyarakat tentang perlu atau tidaknya keterlibatan TNI dalam penindakan terorisme.

Politikus PDIP ini khawatir bila pemerintah tetap memaksakan DPR agar memprioritaskan pembahasan RUU itu, justru menjadi kontra produktif. "Sebaiknya draf yang dikirim ke DPR harus sudah final. Pemerintah harus bisa menyinergikan dan menyamakan pemikiran di kalangan internalnya dulu, jangan sampai terjadi perbedaan pendapat," katanya.

UU Terorisme Disahkan, Jokowi Siapkan Perpres Pelibatan TNI

Sebelumnya, revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang Anti Terorisme, makin kencang usai tertembaknya gembong teroris Santoso dalam Operasi Tinambola di Poso, Sulawesi Tengah, Senin, 18 Juli 2016. 

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian beranggapan, prosedur standar TNI dan Polri dalam menindak pelaku terorisme berbeda. Dia menilai, usulan untuk memberikan kewenangan TNI dalam menindak teroris sulit dimasukkan dalam revisi UU Terorisme.

Tito mengatakan, TNI masih harus membangun kemampuan identifikasi forensik dan memperkuat fungsi penyidikan atas kasus terorisme, sebelum bisa ikut menindak. Saat ini, fungsi itu hanya ada di institusi Polri sebagai lembaga penegakan hukum. 

Sedangkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berpendapat, TNI memiliki standar prosedur operasi dalam melakukan tindakan dengan tidak mengabaikan hak asasi manusia (HAM).

Gatot mencontohkan, saat pihaknya menindak petinggi kelompok teroris Poso, yaitu Santoso alias Abu Wardah beberapa waktu lalu. Tim Alfa dari Batalyon 515 Raider Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat bergerak menyergap kelompok Santoso. “Saat disergap, (Santoso) didampingi istrinya. Ada dua wanita dan tidak bersenjata, karena tidak bersenjata, tidak ditembak,” ujar Gatot. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya